Rabu, 26 Desember 2018

Yang Ku Cinta


1. Masa-masa Kuliah S1 2010
Jam 6 (kampus) sesuai dengan pengumuman tentang orientasi mahasiswa baru yang ditempel tersebut aku tiba dikampus Fakultas Ekonomi di sebuah perguruan tinggi negeri tertua di provinsi tempat tinggalku. Aku adalah seorang anak daerah yang berasal dari daratan yang berada di pesisir pantai yang posisinya persis hampir mendekati ekornya pulau borneo. Dimana pada saat itu Pontianak adalah tempat terkeren untuk dijadikan tempat menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi di KalBar.
****
“Hei kamu, disuruh datang jam berapa?” teriak senior yang merupakan salah satu panitia orientasi mahasiswa baru.
“Jam enam kampus bang.” Jawab si maba yang kepalanya udah digunting pelontos ala tentara tersebut.
“Kamu tahu sekarang jam berapa? Tanya si senior itu lagi.
 “Jam 6.02 bang”. Jawab si pelontos tersebut.
“Kamu telat, kamu liat disini teman-temanmu udah pada ngumpul.” Jawab si senior dengan nada yang agak meninggi.
Terus terang sampai sekarang aku masih belum ngerti jam 6 kampus itu sebenarnya jam berapa. Soalnya kalau datang kurang dari jam 6 salah, pas jam 6 salah lewat jam 6 pun salah. Hampir semua mahasiswa baru selalu berfikir masa-masa orientasi mahasiswa baru itu adalah hal yang menyeramkan. Yang tidak kuat mental biasanya akan menangis atau bahkan sakit. Bagaimana tidak, hari pertama bertemu teman baru, tempat baru kitanya sudah bertemu monster-monster galak dikampus. Dari pagi sampai sore kita diberi wejangan-wejangan tentang pengenalan kampus. Walaupun begitu aku bersyukur sekali dapat pendidikan seperti itu di awal kehidupan dunia perkampusan dan perkuliahan yang jauh dari ketiak orang tua. Karena selama ini kita hidup dibawah ketiak orang tua, yang menurut aku itu adalah bukan dunia nyata sebenarnya. Dan kita takkan menemuinya selama kita masih hidup dibawah ketiak orang tua kita sendiri. Makanya beruntunglah kita menjadi anak daerah terpencil. Karena kita pasti akan merasakan kehidupan  anak kota dan anak kota belum tentu merasakan kehidupan anak desa seperti kita. Dannnnn, hari ini aku menemui kehidupan nyata aku yang sebenarnya.
Setelah 3 hari berlalu orientasi di Fakultas, ternyata pembelajaran semua tersebut belum berakhir. Kita disambut lagi oleh monster-monster panitia jurusan. Dan ini bukan sebentar, tapi selama satu semester setiap hari minggu. Hmmmm sudahlah lupakan tentang orientasi mahasiswa baru.
Dan hari ini adalah hari pertamaku duduk dibangku perkuliahan untuk benar-benar kuliah. Mata kuliah ekonomi mikro yang diajar oleh Pak Jamhari yang sekalian merupakan dosen pembimbing akademikku atau istilah mahasiswanya dosen PA.
Disinilah aku pertama kali bertemu dengan Deni yang merupakan salah satu mahasiswa senior yang satu kelas dengan kami dikarenakan mengulang mata kuliah ekonomi mikro tersebut. Deni anaknya manis berkacamata, agak pendiam. Itu sih penilaian awal pertemuanku dengannya. Tanpa kusadari setiap ada tugas kelompok aku selalu dipertemukan untuk satu kelompok dengan si bang Deni ini. Mau tau perasaanku saat itu adalah jengkel, yupppsss sangat jengkel karena satu kelompok dengan orang yang sudah tidak lulus nilai mata kuliah tersebut. Dannnnn si Deni tersebut pemalas dan suka cuma numpang nama di setiap tugas kelompok. Selalu ada saja alasannya untuk tidak ikut kerja kelompok atau bahkan ketika tugas kelompok dibagipun dia selalu punya alasan untuk tidak mengerjakan tugas kelompok tersebut.
“Dasar nih orang, pantesan aja nda nda lulus,” gumamku kesal.
Sejak saat itu, aku semakin acuh dengan si Deni dan kadang mengganggap keberadaannya tidak ada dikelas. Dan ternyata pada saat itu si Deni sangat memperhatikanku. Kenapa aku tahu, nanti akan aku ceritakan pada bagian berikutnya.

2. Masa-masa kuliah S1 2013
Tidak terasa aku sudah memasuki akhir-akhir masa dunia perkampusan dan perkuliahanku di S1. Sekarang aku sudah memasuki masa-masa menulis, menunggu, dicoret-coret. Hampir setiap pagi aku selalu menunggu kehadiran Dosen pembimbing satu yang membimbing skripsiku pada saat itu. Dosen tersebut bernama Pak Wahyu, beliau orang yang ramah, selalu bimbing mahasiswanya  dengan sabar. Aku sangat kagum dengan beliau.
Pada semester ini juga  adalah dimana setiap mahasiswa di wajibkan untuk turun lapangan. Ada kkm alias mengabdi di masyarakat, ada yang magang dikantor-kantor. Dan aku memilih untuk magang disebuah perusahaan swasta di Pontianak. Nah disinilah awal pertemuanku dengan seorang manager ganteng, dan bahagianya lagi ternyata dia masih lajang dan jomblo alias tidak punya pacar hehehehehe.
Sebagai mahasiswa magang aku tau diri, walaupun cuma jadi tukang fotocopy dan bantu-bantu dikit pekerjaan dikantor tersebut, aku merasa mendapat banyak ilmu dari para karyawan tersebut. Dikantor tersebut semua karyawannya ramah tanpa dibuat-dibuat. Begitupun dengan manager ganteng tersebut, ramah sekali terhadapku.
Tepat jam azan zhuhur aku pergi ke musholla kantor untuk menunaikan sholat zhuhur, kebetulan pada hari itu aku sendiri ke musholla karena mbak Mia sedang datang bulan.  Ternyata pak manager tersebut  juga sedang mau menunaikan sholat zhuhur, tanpa tegur sapa kami cuma saling tersenyum. Selesai sholat tiba-tiba pak manager yang bernama Raziel tersebut mengejutkanku dari belakang.
“Hai Des? Bawa bekal makan siang hari ini?” Tanya pak Raziel. Dia tahu aku sering bawa bekal makan siang ke kantor.
“Owh, kebetulan hari ini enggak pak. Soalnya tadi tidak sempat masak,” Jawabku. 
Walaupun aku cuman anak kos, biasanya aku rajin masak loh wkakakakak. Itupun karena aku ini orangnya suka pilih-pilih makanan hehehehe.
“Kalau begitu makan sama-sama saya aja, dekat sini ada rumah makan masakan padang yang enak loh.” Jawabnya sambil membetulkan tali sepatunya.
“Maaf ya pak, tadi kita udah janjian sama mbak Mia mau makan sama-sama siang ini.” Jawabku menolak karena segan dan juga aku telah memiliki janji dengan mbak Mia.
“Owh, kalau begitu kita ajak Mia sekalian Des. Saya tunggu diparkiran ya.” Sambil meninggalkanku seperti dengan keyakinan kalau aku dengan mbak Mia mau ikut makan siang dengannya.
……..
Dengan perasaan yang heran, aneh atau agak-agak gimana aku bicara dengan mbak Mia yang sudah daritadi menungguku dimejanya.
“Mbak, tadi aku ketemu pak Raziel di musholla dan dia ngajak kita makan sama-sama dia. Dannnnn sekarang dia lagi nungguin kita diparkiran.”
“Owh, ayolah. Lapar nih.” Jawab mbak Mia biasa saja.
Lalu mbak mia bercerita pak Raziel itu memang baik orangnya. Kadang malam minggu dia juga sering ngajak bawahannya untuk ngumpul bareng. Yang pastinya ditraktir sama dia dong, secara dia manager.
Pak Raziel menghentikan mobilnya tepat didepan rumah makan masakan padang. Mungkin ini rumah makan yang diceritakannya tadi sewaktu keluar dari musholla. Sebenarnya aku kurang suka sih masakan padang ini. Kalau ditraktir ya aku mau.
“Bapak baru dapat bonus yaaa???” Tanya mbak Mia seperti sudah akrab sekali tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada bosnya tersebut.
“Alhamdulillah Mia. Bagaimana kalau malam minggu ini kita kumpul bareng diwarkop biasanya. Atau mau bakar-bakaran(bakar ikan,ayam dsb) dirumah saya? Kamu kalau tidak ada acara boleh ikut juga Des.” Seru pak Raziel.
“Tapi kan pak dua minggu yang lalu kita baru selesai bakar-bakar juga dirumah bapak. Ngumpul diwarkop aja deh.” Jawab mbak Mia.
Aku Cuma menganguk tersenyum, secara aku juga nggak punya acara setiap malam minggu paling cuma baring-baring dikos  dikarenakan jomblo akut. Terakhir aku pacaran dua tahun yang lalu putus gara-gara enggak ada kecocokan.
“Pak, gimana kalau bapak yang jemput Desti malam minggu nanti. Dia jomblo akut tuh pak sama kayak bapak.” Mbak Mia ngeledek kami berdua.
Aku jadi tambah malu dibuat mbak Mia, “emangnya manager ganteng itu mau jemput aku” gumamku dalam hati.
“Kamu jomblo Des?” Tanya Pak Raziel memastikan.
“Hehehee,” Aku cuma bisa nyengir.
“Aku jemput nanti malam minggu ya, nanti kirim alamat kamu via WA aja.” Jawabnya dengan sangat yakin aku mau dijemput sama dia.
“hmmmm, pantas aja bisa jadi manager ternyata orangnya penuh keyakinan hati dengan sangat percaya dirinya.
Hari sabtu malam pun tiba. Nada dering ponselku berbunyi, ternyata yang menelpon adalah Pak Raziel.
            “Assalamualaikum pak.”
“Walaikumsalam, saya udah didepan kos kamu nih Des.” Kata pak Raziel.
“Oke, wait pak.” Jawabku.
Malam itu kita dan teman-teman kantor ditempat magangku nongkrong bareng di warung kopi yang cukup terkenal di Pontianak. Ada yang sendiri da nada juga yang bawa pasangan masing-masing.
******
Setelah kejadian “nongkrong” malam itu, ternyata Pak Raziel diperintahkan untuk melakukan perjalanan dinas keluar Kalbar. Awalnya aku merasa biasa saja, tidak merasa ada hal apapun dan perasaan apapun antara aku dan pak Raziel si manager ganteng tersebut.
“cliiing”, nada dering pemberitahuaan WA di ponselku berbunyi.
“assalamualaikum, selamat malam Desti. Apa kabar?” Isi pesan via WA dalam ponselku , yang ternyata pesan tersebut berasal dari Pak Raziel.
“Walaikumsalam, alhamdulillah saya sehat pak. Bapak sendiri apa kabar?” Balasku.
Dan sejak hari itu kita sering berkirim pesan via WA, sehingga semakin hari semakin akrab.
Setelah satu minggu perjalanan dinas keluar Kalbar akhirnya pak Raziel pulang kembali masuk kekantor seperti biasa.
            “Hei Des, ngapain melamun. Kamu sakitkah?” Tanya mbak Mia megejutkanku.
            “Enggak mbak”. Jawabku sambil tersenyum.
            “Terus, ngapain melamun gitu? Owh iya, tadi pak bos nanyain kamu tuh. Katanya dia WA kamu Cuma centang. Ehm… ehm… ciyeeeee yang udah sering chat-chatan.” Ledek mbak Mia.
            Aku lupa kalau hari ini paket internetku habis. Pak Raziel emang selalu curhat sama mbak Mia, ya bisa dikatakan pak Raziel sudah menganggap mbak Mia itu seperti saudaranya sendiri.
“emmmmm iya mbak, paketku habis. Jangan kasih tau yang lain ya mbak kalau aku dan pak Raziel sering chat. Enggak enak aku sama yang lain.” Jawabku.
“Ntar mbak bilangin sama pak Raziel kalau paket internet kamu habis Des.” Sambung mba Mia.
´Mbak, yuk lah keluar makan, laper nih”. Aku mengalihkan pembicaraan.
“Ehhhh mau keluar makan ya, yuk makan bareng lagi. Rindu juga sama kalian berdua udah satu mingguan enggak ketemu.” Kata pak Raziel semangat.
“Bapak nih tau aja. Rindu sama kita berdua atau Desti aja nih pak hahahhaa”, ledek mbak Mia.
Muka ku mendadak memerah, begitu pula raut wajah Pak Raziel yang memerah juga.
“Jadi makan enggak ni? Jadi nda pak? Hello pak?” Tanya mba Mia sambil melambaikan tangan kearah muka pak Raziel yang masih memerah dan melamun tersebut.
“Jadi dong, lets go!!!” Jawab pak Raziel semangat.
Kita pun langsung beranjak menuju mobil Pak Raziel, dan berangkat menuju rumah makan padang langganan karyawan-karyawan disini yang menurutku emang enak masakannya.
Didalam mobil mbak Mia mulai lagi meledek kami berdua. Aku rasanya malu bukan kepalang. Tapi sepertinya sekarang Raziel si manager ganteng tersebut terlihat menikmati ledekan mbak Mia.
“Des, udah ditembak sama pak Raziel belum?” Tanya mbak Mia.
“Mati deh aku mbak kalau ditembak.” Jawabku sambil bercanda.
“Pak belum ditembak juga nih si Desti??? Ntar keburu di tembak orang lain loh pak.” Tanya mbak Mia tertawa.
Pak Raziel pun tersenyum kulihat dia memandangiku dibelakang dari spion dalam mobil tersebut. Pada saat itu aku duduk sendiri di kursi belakang.
“Tapi kira-kira Desti mau nda ya jadi pacar saya Mia?” Tanya pak Raziel yang kelihatannya sedikit bergurau.
“Tuh Des, mau nggak?” Seru mbak Mia lagi.
“Eh udah mau nyampai nih” Jawabku mengalihkan perhatian.
Aku sebenarnya malu tapi mau. Hmmmm masa iya aku yang baru kenalan beberapa minggu dengan orang tersebut udah jatuh cinta. Biasanya  aku susah sekali untuk jatuh cinta. Apa iya karena pak Raziel seorang manager???? Ah bearti aku matre dong. Kalau ganteng sih relative. Masa iya orang seganteng pak Raziel jatuh cinta sama aku yang hanya seorang gadis kampung pelosok ujung ekor Borneo.
“Des, nanti sore nonton yuk. Yaaa kalau kamunya enggak capek sih.”
“Nonton?” Tanyaku agak heran, yang walaupun sebenarnya aku sudah tau pak Raziel mengajak aku nonton di bioskop yang cuma satu-satunya di Pontianak pada saat itu.
“Iya, ada film bagus tuh, kalau mau aku langsung boking tiket nih. Biar nanti kita nda perlu ngantri lagi dan kita bisa nonton jadwal yang agak awal. Kalau nonton jadwal yang agak malam ntar kamunya malah tidur trus ileran deh kursinya.” Jawab Pak Raziel bercanda.
Aku hanya tersenyum, padahal dalam hatiku ingin berkata “ iya pak. Aku  mau.” Tapi aku kan malu.
“Loh kok cuma diam, itu artinya kamu mau kannn? Ya udah, jam enam lewat aku jemput ya.” Jawab pak Raziel tanpa menunggu jawaban dari mulutku lalu beranjak pergi menuju ruangannya.
Selesai sholat magrib aku langsung bersiap-siap sebelum di jemput Pak Raziel si manager ganteng tersebut.
*Bunyi hape*
“Saya otw”, begitulah bunyi pesan via WA yang tertera di layar ponselku. Yaps pesan tersebut dari pak bos yang akan datang menjemputku.
Tepat jam 06:15 wib, mobil pak Raziel berhenti didepan kosku. Aku mengenakan baju berwana pink, jilbab tosca, celana jeans kw dan sepatu kets kw (hihihi, namanya juga mahasiswa Cuma mampu beli yang kw-kw an itu pun hasil menghemat uang kiriman dari orang tua).
Setelah selesai nonton pak Raziel mengajakku makan, sambil makan pak Raziel banyak cerita tentang dirinya termasuk tentang orang tuanya yang sudah memintainya cucu sedangkan dirinya sendiri belum punya istri. Dikarenakan pak Raziel sudah berumur hampir 29 tahun dan dia adalah anak laki satu-satunya. Itu artinya tahun depan umur pak Raziel udah 30 tahun. Tapi raut wajahnya seperti baru 27 tahun heheheheh. Ternyata orang tua pak Raziel adalah seorang tuan tanah dikampungnya sana di tanah Jawa. Pak Raziel memiliki seorang adik perempuan, dan mereka hanya dua bersaudara. Pak Raziel merupakan seorang sarjana ekonomi, tapi jurusan manajemen. Sedangkan aku  jurusan ilmu ekonomi.
“Kalau kamu gimana Des?” Tanya pak Raziel yang sepertinya dia ingin mengenalku untuk lebih dalam lagi.
“Saya ya begini pak, umur juga baru masuk 21 tahun masih kuliah jadi orang tua belum menanyakan menikah,” jawabku.
“Oh iya, malam minggu nanti kamu ada acara nda Des?” Tanya Pak Raziel lagi.
Sepertinya dia mau mengajakku jalan lagi.
“Sabtu ini rencananya saya mau pulang kampung pak. Kan kebetulan hari senin ini tanggal merah. Jadi lumayanlah 2 malam ketemu keluarga dikampung.” Jawabku.
“Boleh saya ikut Des??? Saya belum pernah ke daerah sana,” seru pak Raziel.
“Waduuuhhh,,, ni orang mau pakai ikut segala. Mau ngomong apa aku sama orang tuaku dan orang-orang dikampugku.” Gumamku dalam hati.
Setelah beberapa detik berfikir aku pun menjawab,” Bahaya pak kalau orang luar ikut kekampung saya, nanti enggak mau pulang. Kalau pun pulang pengen datang lagi datang lagi dan datang lagi.”
“Dengan cepat pak Raziel menjawab,” Ya baguslah, asal kamunya juga disana saya mau.”
“Ah bercanda bapak jelek,” jawabku. Padahal kalau kalimat itu serius aku girang sekali.
“Lain kali sajalah ya bapak ikut saya pulang kampung.” Lanjutku.
“Yaudah deh, kalau enggak boleh. Ntar aku berangkat sendiri. Trus pas nyampai kampung kamu, aku Tanya-tanya deh dimana rumahnya Desti.” Sambil tertawa.
“Ampun deh, garing.” Jawabku kesal.
“Ya udah kamu saya antar sekarang ya, besokan mau bangun pagi nyiapin suami sarapan pagi.” Jawabnya bercanda.
Pak Raziel ini emang suka bercanda, apa mungkin karena dia lagi berusaha ngedekatin aku makanya dia bersikap seperti itu. Semoga saja tidak, aku tidak mau berprasangka buruk terhadap orang lain.
Jum’at sore adalah hari yang kutunggu-tunggu karena tidak sabar mau pulang kampung.
“Des, jadi kamu pulang kampung sore ini.” Tanya mbak Mia.
“Enggak mbak, enggak dapat travel. Dapatnya Cuma berangkat subuh.” Sambil memonyongkan bibir bawah pertanda agak kesal.
******
Tiba dikos aku langsung berbaring lalu memeriksa ponselku. Ada pesan via WA dari pak Raziel, “Jangan di monyongin gitu bibirnya. Ntar dower loh. Kalau emang mau pulang sore ini saya mau jadi supir kamu. Saya antar sampai depan rumah.”
“Terima kasih tawarannya pak, sepertinya saya pulang nanti subuh aja deh pakai travel”, balasku.
Langsung ku telpon operator travel langgananku, dan ternyata travel sudah penuh untuk jadwal berangkat subuh dan pagi yang adanya Cuma berangkat sore besok.
Setelah kupikir-pikir sebaiknya aku menerima tawaran dari pak Raziel.
“Tut tut tuutttt…..”
“ Halo Assalamualaikum Des,” terdengar suara pak Raziel disana.
Agak terbata-bata aku menjawab, “ Walaikumsalam, pak masih berlaku nda tawaran tadi?”
“Oke, kita berangkat sekarang ya. Ntar keburu malam,” jawab pak Raziel seperti biasa dengan semangat perjuangan kemerdekaan.
Rupanya pak Raziel sudah bersiap-siap mau menjemput aku, yang katanya dia yakin kalau aku bakal mau nerima tawarannya. Makanya dia sudah bersiap-siap. Diperjalanan aku tidak bisa tertidur soalnya manager gantengku ini belum hafal jalan menuju kampungku.
Kami berangkat jam lima sore dari Pontianak. Diperjalanan aku menelpon orang tuaku dikarenakan tadinya aku bilang mau berangkat subuh. Aku juga mau bilang ke orang tua aku pulang bawa teman laki-laki. Dan aku tidak bilang kalau yang datang bersamaku itu adalah manager ditempat aku magang. Dan sepertinya Pak Raziel tidak masalah dengan hal itu,
*****
Jam menunjukan pukul 10.05 malam, kami tiba di penyeberangan kapal feri menuju kampung halamanku tercinta.
“Enak ya naik kapal feri malam-malam begini, jadi pengen punya istri orang daerah sini.” Pak Raziel mengejutkanku.
“Bapak mau tipe yang seperti apa? Ntar aku cariin.” Jawabku.
“Aku mau seperti yang duduk disampingku ini.” Jawabnya dengan lirikan meledek.
Aku hanya terdiam malas menanggapinya.
“Kamu bayangin deh, kita sedang dalam perjalanan pulang seperti ini dengan dua anak yang sedang tertidur dibelakang.” Sambungnya lagi.
            “Hellooooo, bangun pak. Jangan mimpi.”kataku sambil tertawa.
            “Kenapa Des? Des, jangan panggil aku bapak lagi ya. Panggil aku Raziel atau mas Raziel aja. Yayang Raziel juga boleh.” Sambil menyandarkan dagunya distir mobil.
            “Sebenarnya aku juga heran Des sama diriku sendiri. Aku terakhir punya pacar waktu zaman kuliah. Bertahun-tahun setelah itu rasanya aku belum ada menemukan yang pas dihatiku. Sampai aku ketemu kamu. Sejak awal aku sudah menyukaimu. Setiap hari setiap malam aku selalu kebayang kamu Des. Sampai aku sholat istikharah dan jawabannya emang selalu kamu. Kalau kamu siap aku mau langsung melamar kamu dan berjanji akan membahagiakan kamu.” Kata pak Raziel.
Aku pura-pura tertidur malas nanggapin ucapannya.
“Masa baru kenal aja udah berani ngomong lamar-lamar nih orang sok-sok berjanji lagi.” Gumamku dalam hati.
” Des, Des bangun. Aku enggak tau jalan nih. Habis ini kita kearah mana lagi?” Tanya pak Raziel sambil mengusap kepalaku yang tertutup jilbab.
“Ehhhh udah sampai ya?” tanyaku pura-pura tidak tau sambil ngucek mata dan membetulkan sedikit jilbab di area wajahku.
“iya nyonya.” Jawabnya tersenyum manis melirikku.
“Meledek terus bapak nih. Ntar saya ledek balik baru tau rasa. Kita belok kiri, ntar ada simpang empat kita belok kanan.”
Aku merasa ada rasa-rasa yang lain timbul dalam hatiku, hmmm apakah ini cinta??? Aku berharap iya hehehehehe.
“Aduh deg-degan nih mau ketemu calon mertua.” Jawabnya lagi.
“Belum juga selesai ngayalnya bro.” Balasku.
“Serius nih Des, kalau kamu mau dan siap. Pas dikampung nanti saya langsung bicarain sama orang tua kamu.” Pak Raziel bicara semakin serius.
“ihhhh,,,, bercandanya jelek.”Jawabku pura-pura tidak percaya.
“Serius, saya serius. Bukan karena keterpaksaan faktor umur yang mengharuskan saya menikah secepatnya atau pun desakan orang tua yang pernah saya ceritakan ke kamu. Bukan Des, bukan itu alasannya. Kamu adalah jawaban istikharah saya selama ini.” Jawabnya sedikit panjang.
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Menurutku semua ini rasanya terlalu cepat. Aku yang masih terlalu muda dan pertemuan kami yang masih terlalu singkat. Istikharah yaaaa, aku harus melakukan istikharah seperti dia. Kami saling terdiam, pak Raziel tetap focus dengan setirnya. Aku memandangi wajahnya yang menurutku ganteng itu. Hmmmm apakah dia yang akan menjadi imamku? Apakah dia yang akan menjadi ayah dari anak-anakku. Aku hanya berharap apapun yang terjadi nanti semuanya adalah yang terbaik.
***
“assalamualaikum,,, mak… pak.” Seperti kebiasaanku langsung membuka pintu rumah.
Ternyata kedua orang tuaku lagi meneonton televisi.
“Katanya bawa teman, mana temanmu Des.” Tanya bapakku.
“Owh iya, mas Raziel. Ayo masuk mas.” Pak Raziel emang sudah berpesan kalau sudah sampai dirumah untuk memanggilnya Mas Raziel saja.
“Assalamualaikum pak bu,,,Raziel.” Kata pak Raziel memperkenalkan diri.
“Owh,,, gimana perjalanan tadi. Pasti capek ya?”Jawab mamak.
Pak Raziel cuma tersenyum.
“Mamak udah nyiapin kamar depan untuk Raziel. Des, antar Raziel kekamar depan.” Lanjut mamak.
****
Ternyata subuh itu pak Raziel ikut sholat berjamaah di masjid dekat rumah kami. Kedua orang tuaku memang selalu sholat berjamaah di masjid. Cuma aku saja yang masih perlu bimbingan, jarang sholat berjamaah dimesjid.
Seperti biasa ketika dikampung kegiatan pagi hariku adalah beres-beres rumah dan membantu mamak didapur. Tiba-tiba Pak Raziel muncul menemui kami di dapur.
“Ayo ziel, sarapan dulu. Ini ada nasi goreng buatan Desti.” Kata mamak.
“Owh ya… ini kamu yang masak Des?” Tanya pak Raziel sambil meledek.
“Pasti enak nih.” Lanjutnya lagi.
Aku menatapnya sinis. Dia malah menertawakanku.
Tiba-tiba bapak muncul, “Des, nanti ajak Raziel ni ke pantai. Sekalian main kerumah nenek, kan kamu udah lama nda ke rumah nenek. Kenalkan Raziel ni dengan keluarga kita”
“Bapak ikut?” tanyaku.
“Bapak sama mamak, ada undangan hajatan orang nikahan hari ini.” Jawab bapak.
“hmmmm tak best laaaaaaa.” Kataku.
“Kamu tu Des, Cepat selesaikan kuliah kamu. Cepat selesai kuliah cepat juga mak bapak ngudang orang untuk hajatan. Mak bapak ni makin hari semakin tua. Kan Ziel” Lanjut bapak.
Rupanya tadi mas Raziel sudah berbicara sama bapak tentang niatnya terhadapku.  Dan sepertinya bapak suka dengan mas Raziel.
****
Dipantai….
“Des, maafkan saya ya. Saya tadi sudah berbicara sama bapak.” Mas Raziel memulai pembicaraan.
“Trus bapak jawab apa?” tanyaku.
“Bapak bilang kalau mau ya nunggu kamu selesai kuliah, tapi kalau ingin cepat bapak juga nda masalah. Nikah inikan ibadah jadi bapak tidak mau  menghalang-halangi. Begitu kata bapak Des.” Mas Raziel ,menjelaskan kepadaku.
“Jadi, mas maunya gimana?” tanyaku lagi.
“Aku kembalikan lagi ke kamu Des, aku tidak mau kamu terpaksa menjalaninya bersamaku. Ya beginilah aku Des.” Lanjut mas Raziel lagi.
“Rasanya aku belum cukup dewasa untuk menjadi istrimu mas. Kamu lihat aku. Apa kamu yakin aku bisa mendampingi dan mengimbangi kamu nantinya.” Jawabku.
“Kalau kamu yakin terhadapku, kita jalaninya sama-sama. Kita sama-sama belajar mendewasakan diri.” Lanjutnya lagi.
Aku hanya mengangguk, sambil berdoa semoga segalanya dipermudah.
****
“Pak, sepertinya saya ingin mempercepat niat saya. Dengan keadaan saya sendiri dikota Pontianak, begitu pula dengan Desti.” Mas Raziel memulai pembicaraan.
“Gimana kamu Des? Bapak tergantung kamu lagi. Kalau kamu mau bapak dengan mamak Cuma bisa mengaminkan.” Jawab bapak tersenyum.
Jelas sekali raut bahagia diwajah bapak dan mamak. Melihat bapak dan mamak sebahagia itu tidak mungkin aku bisa menolak niat mas Raziel.
“hehehehe… mak bapak mau punya menantu seperti mas Raziel?” tanyaku meledek.
“ah kamu ni Des, kok nanya lagi sih. kamunya gimana mau atau nda jadi istrinya Raziel. Jangan lama-lama mikirnya. Kalian di Pontianak sama-sama sendiri. Kalian sudah dewasa. Mamak tidak masalah kalau kamu menyelesaikan kuliah kamu dalam keadaan sudah menikah.” Kata mamak.
Senin sore kami pulang ke Pontianak, rasanya berat sekali meninggalkan kampung halaman tercinta ini. Diperjalanan mas Raziel tak henti-hentinya membuatku tertawa. Dalam hati aku berdoa, semoga mas Raziel menjadi jodohku dunia akhirat.
Selasa pagi, aku seperti biasa. Bangun subuh, masak untuk bekal cuma bedanya kali ini aku masak agak banyak. Tadi malam saya dan mas Raziel singgah belanja ke pasar Flamboyan. Jadi pagi ini aku masak untuk teman-teman dikantor juga.
            “Selamat pagi mbak Mia.” Sapaku.
            “Morning, darling.” Sapa mba mia kembali.
            “Wah banyaknya bawa bekal hari ini?” Lanjutnya lagi.
            “Iya mbak, tadi malam saya dengan pak bos singgah belanja di Flamboyan. Jadi, nanti siang kita lunch di kantor aja ya mbak ku sayang.”jawabku.
“Ciyeeee, jadi gimana kamu dengan pak Raziel? Dilamar?” lanjut mbak mia.
“hmmmm.” Jawabku pura-pura tidak mau cerita.
“Kamu tolak lamaran pak Raziel Des?” Mbak Mia Spechless.
“Pak Raziel mau melamar aku mbak, dia udah ngomong sama mak bapakku juga.” Sambungku.
“Alhamdulillah, calon istri managerlah nie. Ciyeeee,,, hahahaha.” Ledek mbak Mia.
“Ah… mbak ni, kan aku jadi malu.” Jawabku dengan nada manja.
*****
Tidak terasa hari ini adalah hari terakhir aku magang dikantor ini. Itu artinya hari-hariku untuk bertemu mas Raziel sudah semakin berkurang. Aku pasti akan merindukannya setiap hari hehehehe.
“Sayang :-* .” terlihat pesan via WA dari mas Raziel.
“kenapa?” Jawabku.
Tiba-tiba ponselku berdering ternyata mas Raziel langsung menelponku.
“halo, assalamualaikum.” Aku menjawab telepon dari mas Raziel.
“Walaikumsalam. Des, besok kamu udah nda magang dikantor lagi. Itu artinya aku udah enggak bisa melihatmu dari pagi sampai sore hari.” Kata mas Raziel.
“Trus???” tanyaku.
“Kalau aku rindu gimana?” Tanya mas Raziel sok-sok manja.
“Trus mau mas gimana?” tanyaku.
“Sudah siap jadi istri mas?” Tanya mas Raziel lagi.
“Mas sehat???” kami saling lempar tanya tanpa ada jawaban.
“To the point aja ya sayang, mas tadi udah nelpon orang tua mas. Minggu depan mau datang ke sini trus melamar sayang.” Jawab mas Raziel.
“ihhh mas nih, bercandanya jelek.” Jawabku.
“Serius sayang. Ntar kamu kasih tau ke mamak dan bapak dikampung ya.” Jawab mas Raziel lagi.
Seminggu setelah melamarku, kami langsung menikah dikampungku. Rasanya mendadak sekali, tapi aku bahagia. “Yeeaaayyyy, akhirnya aku menjadi istri Pak Raziel si manager ganteng.”
Dan inilah awal kehidupanku yang nyata senyata-nyatanya. Sekarang aku sudah menjadi bu Raziel, seorang perempuan muda istri manager ganteng yang ramah dan baik hati. Aku rasanya menjadi manusia yang paling beruntung sekali. Aku menjalankan dua peran sekaligus yaitu mahasiswi dan istri.
Delapan bulan setelah pernikahan kami, aku mendapatkan gelar sarjana ekonomiku. Namun, kebahagiaanku belum lengkap, kehidupan rumah tangga kami belum juga diberikan rezeki zuriyat. Ku lihat mas Raziel masih biasa saja. Tapi aku tau dia sangat menginginkan anak dari rahimku.
“Assalamualaikum.”terdengar suara mas Raziel dari balik pintu.
“Walaikumsalam.” Jawabku sambil bergegas membukakan pintu depan. Langsung ku cium tangan mas Raziel. Ku sambut dia dengan kebahagiaan dan senyuman. Dan hal yang sama kulakukan setiap hari.
“Mas, mau minum? Mau teh atau kopi?” tanyaku.
“Teh aja deh.” Jawab mas Raziel.
Ku dekati tubuh mas Raziel, lalu ku cium aroma tubuhnya, “ ihhhh busuknya, mas mandi dulu gih. Baru aku buatin teh.” Kataku.
Lalu mas Raziel semakin membenamkan tubuhku dibadannya dengan pelukannya yang hangat itu.
“Kangennyaaaa, kangen banget.” Kata mas Raziel sambil mencium keningku bertubi-tubi.
“ah mas ini, baru juga pergi kerja beberapa jam.” Kataku.
“ Mas, mandi dulu ya sayang.” Kata mas Raziel.
Mas Raziel setelah menikah memang selalu seperti itu, romantis atau apalah-apalah. Yang pastinya aku selalu bahagia bersamanya.
*****
Setelah sholat magrib berjamaah, aku menyiapkan makan malam. Aku bersyukur sekali, karena walaupun suamiku ini orang jawa. Tapi selera makannya seperti orang melayu. Sehingga tidak sulit bagiku untuk membuatnya selalu lahap makan masakanku.
“Mas.”kataku memulai pembicaraan.
“Ya sayang. Enak kok masakannya.”Jawab mas Raziel.
“Bukan itu massss, aku rindu ingin pulang kampung.” Jawabku.
“oooo kirain apa. Sore jum’at ini kita pulang ya sayang.” Jawab mas Raziel dengan lembut.
Setiap perkataan yang keluar dari mulut mas Raziel selalu membuatku kelepel-kelepek. Tidak ada alasan untukku untuk tidak bersyukur dengan keadaan yang seperti ini. Memiliki suami yang luar biasa seperti ini. Subhanallah.
            Dua hari setelah pulang dari kampung tiba-tiba konsisiku ngedrop. Mual muntah masuk angin. Dalam setengah hari aku muntah sampai lebih dari enam kali. Dengan tubuh yang lemas kucari ponselku untuk menghubungi suamiku via pesan WA.
            Tertulis * mas, aku muntah-muntah udah lebih dari enam kali.
 Setelah menulis pesan tersebut aku pun tertidur. Setelah sadar ternyata aku sudah terbaring di rumah sakit. Ternyata tadi aku pingsan.
            “ehhh….” Kataku lemah.
            “Sayang, alhamdulillah sudah siuman.” Kata suamiku dengan senyuman terpancar dibibirnya.
            “Sayang mau makan?” lanjutnya lagi.
            “Kenapa kita disini mas?” tanyaku.
            “Tadi kamu pingsan sayang, o ya kamu mau pipis nda? Tadi dokter suruh tes kehamilan pakai test pack ini dulu.” Jawab suamiku.
            Aku mengangguk pelan, kepalaku masih terasa pusing sekali. Mas Raziel dengan pelan membangunkanku dari ranjang pasien lalu mengiringiku menuju toilet.
            “Bisa sendiri sayang?” Tanya mas Raziel.
            “Bisa.” Jawabku sambil tersenyum.
            Setelah kulakukan tes, ternyata terdapat dua garis. Yang menurut petunjuknya dua garis menunjukan positif hamil. Semakin bertambah kebahagiaanku seketika pusing dikepalaku hilang.
            “Mas, mas, masssss.” Teriakku dari dalam toilet.
            “Sayang kenapa?” tanya suamiku dengan wajah deg-degan.
            “Mas lihat deh, garisnya dua mas.” Jawabku.
            Suamiku langsung memelukku dengan tak henti-hentinya kalimat syukur keluar dari mulutnya. Ku lihat matanya seperti berkaca-kaca.
            Dielusnya perutku sambil berkata,” Anak papa jangan nakal ya, kasian mama muntah-muntah sampai pingsan tadi. Sehat terus ya anak papa. Kalau lapar bilang ya, ntar papa belikan makanan.”
            Melihat suamiku seperti itu aku langsung tertawa. Suamiku langsung memelukku lagi, dengan kebiasaan andalannya yaitu menciumi keningku bertubi-tubi.
            “awww… sakit mas, infusnya.”Kataku.
            “Aduh-aduh maaf ya sayang.” Jawab suamiku sambil mengelus tanganku pelan.
            “Mas, kita bisa pulang sekarang ngga? Pengen tidur dirumah.” Kataku.
            “Sabar ya sayangku… malam ini kita menginap disini dulu ya sayang. Kamunya masih lemes begini. Mas sholat magrib dulu ya. Sayang mau makan apa ntar mas belikan.” Jawab suamiku.
            Aku cuma menggeleng.
            “Hmmmm, tadi Mia WA mas katanya habis magrib mau kesini.” Lanjut suamiku.
            “Mass…. Jangan lama-lama.” Jawabku manja.
            Suamiku Cuma tersenyum. Dikecupnya lagi keningku sebelum berangkat menuju musholla rumah sakit.
            Ku elus-elus perutku sendiri tidak ku sangka akhirnya Tuhan memberikanku rezeki yang luar biasa. Tuhan memberikanku kebahagiaan dengan tiada hentinya. SubhanallahAlhamdulillah
.
            “Assalamualaikum.” Tiba-tiba suara mba Mia mengejutkanku.
            “Walaikumsalam.” Jawabku sambil membetulkan posisi.
            “Hai bu manager sayangku, trus gimana? Pasti kamu hamil nih… waaaaaa selamat yaaa.” Kata mba Mia girang.
            Padahal aku belum menjawab apa-apa. Tapi mba Mia sudah bisa membaca dari raut senyum diwajahku.
            “Iya mba, tadi baru di test pack. Cuma belum ketemu dokter masih nih.”. jawabku.
            “pak Raziel  mana?” tanya mba Mia.
            “Pergi sholat mba.” Jawabku.
            “Eh ini mba ada bawa rujak jambu special buat kamu. Mba tau kamu lagi muntah-muntah pasti kamu pengen makan ini.” Kata mba Mia.
            “Waaahhh…. Pasti enaknih. Hmmm makasih ya mba. Langsung aku makan ya.” Jawabku girang.
            “Assalamualaikum.” Ketuk suamiku dibalik pintu langsung masuk.
            “Walaikumsalam.” Jawab kami serentak.
            “Udah lama Mi?” tanya suamiku.
            “Baru datang juga saya pak. Wah-wah ada yang mau jadi daddy nih.” Jawab mbak Mia.
            “Alhamdulillah Mi, kamu kapan mau menikah?” Lanjut suamiku.
            “Nunggu mas Eko nih, enggak melamar-melamar masih.” Jawab mba Mia dengan mencibirkan bibirnya manja.
            Mas Eko adalah pacarnya mbak Mia dari sejak SMA, sekarang mas Eko bekerja sebagai TNI AL di yang bertugas diluar Kalbar sehingga mereka harus LDR.
            ****
            Sepulang dari rumah sakit mas Raziel menyarankan untuk mencari asisten rumah tangga. Awalnya aku menolak tapi kondisi badanku tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan dapur. Apalagi setiap aku mencium aroma masakan aku pasti langsung muntah.
            Setelah satu minggu dengan keadaan yang sangat-sangat mabok, akhirnya aku menerima tawaran mas Raziel untuk mencari asisten rumah tangga.
“Mas, aku setuju kalau kita menggunakan jasa asisten rumah tangga dirumah. Tapi, ada syarat?” seruku.
“Ya memang harus ada syaratlah sayangku.” Jawab mas Raziel sambil ketawa.
“Ih ga lucu, aku serius mas. Pokoknya aku yang nentuin kriterianya dan aku yang pilih” Jawabku agak ngambek.
“Iya iya, terserah tuan putri mau nyari yang kayak gimana.” Jawab mas Raziel sambil mendekatiku lalu menusap perutku.
“Nak, kok mama sekarang galak ya sama papa. Tapi, tenang aja papa tetap selalu sayang kok sama mama. Yang sehat ya anak papa.” Mas Raziel mengajak calon bayi kami yang masih didalam perutku ini.
Aku menelpon orang tuaku dikampung membicarakan hal tentang mencari asisten rumah tangga alias pembantu tersebut. Dan ibu ku bilang mau mencarikanku pembantu, ya tentunya yang sesuai dengan kriteriaku. Umur diatas 40 tahunan, bisa mengendarai sepeda motor dan harus yang bersikap sopan. Dan fix seminggu kemudian kami menemukannya.
Besok jadwal aku pergi cek kehamilan, seharusnya suamiku yang menemaniku. Tapi dia harus keluar kota.
“Sayang mas minta maaf ya, ya sayang yaaa. Ini bukan kemauan mas, sayang kan tau dengan pekerjaan mas. Nanti cek kehamilan berikutnya insya allah mas yang antar.” Kata mas Raziel seperti merasa bersalah.
Aku terdiam, rasanya hari ini aku malas sekali mau berbicara.
“Sayang, bentar lagi mas mau berangkat nih, sayang jangan ngambek gitulah. Gak tenang pikiran mas pergi tapi sayang marah kayak gini.” Nampak sekali raut wajah sedih bercampur cemas diwajahnya mas Raziel.
“Mas ini kenapa? Aku gak apa-apa kok. Lagian kan ada makcik yang bisa nemanin aku ke dokter.” Jawabku.
“Sayang jaga diri baik-baik ya. Jangan aneh-aneh. Dan untuk buah hati papa, jangan nakal ya nak, jangan bikin mama pusing pas papa pergi kasian mama nak.” Kata mas Raziel sambil mencium kening dan perutku.
Kali ini mas Raziel Cuma pergi dua hari ke Jakarta, tapi rasanya berat untuk ditinggal. Dan mas Raziel pun terlihat seperti berat untuk meninggalkanku. Semoga ini bukan pertanda buruk. Aku sangat menyayangi mas Raziel.
“Mas, jangan lama-lama ya perginya ntar aku kangen.” Bisikku manja sambil memeluk suamiku.
“Iya sayang, kalau bisa diwakilkan mas juga ga mau berangkat hari ini ke Jakarta. Mas berangkat dulu ya.” Jawab mas Raziel lalu mencium keningku bertubi-tubi dan mengusap perutku.
Sepulang dari dokter kulihat ponselku yang tadi tertinggal dirumah, ada banyak 45 kali panggilan tak terjawab. Dan banyak pesan via wa dari mas Raziel.
“Astagfirullah.” Kataku dalam hati. Lalu menelpon mas Raziel via video call.
“Halo sayang.” Jawab mas Raziel.
“Assalamualaikum.” Kataku mengucapkan salam.
“Walaikumsalam, sayang bagaimana tadi ke dokternya? Kenapa mas telpon ga dijawab.” Jawab mas Raziel.
“Maaf ya masku sayang, tadi hpku ketinggalan dirumah, trus hp makcik baterai habis mas.” Jawabku menjelaskan.
“Mas, Alhamdulillah janinnya sehat dan berkembang dengan baik, nih keliatan ga foto anak kita?” tanyaku sambil menunjukan foto hasil USG.
“Alhamdulillah, mukanya mirip mas ya.” Jawab mas Raziel.
“Emangnya keliatan? Itukan baru 8 minggu hahahaha.” Jawabku lagi.
“Keliatan kok kan anak papa hehehehe, sayang udah azan magrib disini.” Kata mas Raziel.
“Owh disini juga mas, udah dulu ya mas. Jangan nakal disana.” Kataku.
“Siaaap sayang. I love you, I miss you.” Jawab mas Raziel sambil memonyong-monyongkan bibirnya yang membuatku jadi ketawa sendiri.
“too hahahaha, assalamuakum byeeee mas.” Jawabku sambil memutuskan panggilan video call tersebut.
Aku masih tersenyum-senyum sendiri dikamar, mengingat wajah suamiku nan ganteng tersebut. “ uuhhhh rindunya.”gummamku dalam hati.
            “Nak Desti, makcik udah masak. Yuk makan.” Ajak makcik.
Aku memang tidak mau memperlakukan makcik benar-benar seperti pembantu dirumahku. Walaupun makcik yang mengerjakan semua pekerjaan rumah tapi tetap tidak mengurangi rasa hormatku terhadapnya. Tapiiii, professional tetap harus di jalankan.
“Ya makcik, sebentar.”Jawabku.
“Nak, ini vitaminnya jangan lupa dimakan.” Ujar makcik lalu duduk dimeja makan bersamaku.
Rasanya beruntung sekali hidupku ini, bahkan pembantu dirumah saja sangat perhatian dan peduli terhadapku.
“Sayang pesawat mas delay 2 jam, yang sabar yaaa. I miss you so much.” Begitulah pesan via WA yang tertulis di layar ponselku. Rasanya sudah tidak sabar menunggu kepulangan pangeran hatiku.
Langsung ku klik menu kamera video call.
Tidak lama mas Raziel pun mengangkat panggilan tersebut.
“Assalamualaikum kesayangan mas.” Terlihat jelas wajah mas Raziel di layar ponselku.
“Walaikumsalam,,,, mas kangeeeeeeeeeeeeennnnnn.” Jawabku.
‘Iya.. iya… sabar yaaa, mas juga kangen sayang.” Jawab Mas Raziel.
“Mas, udah dibandara nih sayang. Mas ada membelikan sayang sesuatu.” Lanjut mas Raziel.
“Wah, Mas beliin aku apa?” Tanyaku.
“Ada deh ra ha sia, kan surprise.” Jawabnya lagi.
“ Mas, kangennyaaaaaaa. Mmmuach mmuachh mmmuachhh.” Lanjutku manja.
“Hahhahaha,,, ntar sampai dirumah mas cium sampai jontor.” Ledeknya.
“Coba aja kalau berani.” Jawabku.
Tidak terasa sudah 1 jam lebih kami mengobrol video call via WA. Dan mas Raziel pun udah mau  masuk ke pesawat.
“ Sayang, udah dulu ya. Mas mau masuk ke pesawat. Ntar kangen-kangenannya tunggu mas sampai dirumah yaaa. Assalamualaikum.” Kata mas Raziel.
“Walaikumsalam.” Jawabku sambil menutup panggilan tersebut.
Waktu itu mas Raziel berangkat menggunakan pesawat jam 20.30 dari Jakarta. Entah kenapa perasaanku pada saat itu rasanya sangat deg-degan. Dari awal keberangkatan mas Raziel kemarin aku sudah merasa tidak enak hati, padahal ini bukanlah kali pertama aku ditinggal pergi untuk perjalanan dinasnya mas Raziel. Ku atur alarm di ponselku jam 23.15 karena aku yakin sekali suamiku akan mengetuk pintu rumah pada jam tersebut.
“****** terdengar suara alarm dari ponselku yang menunjukan jam 23.15. Aku bangun lalu keluar dari kamar karena aku yakin sekali sebentar lagi suamiku akan mengetuk pintu. Hampir lima menit aku duduk diruang tamu, namun tanda-tanda kedatangan suamiku belum juga kelihatan. Dan akhirnya aku memutuskan untuk pindah keruang tengah sambil menonton tv. Sepuluh menit kemudian ponselku berdering.
“Halo, selamat malam. Apa benar istrinya pak Raziel.”
“Iya saya sendiri.” Terdengar suara perempuan bernada halus dari dalam ponselku.
“Ibu, ini kami dari pihak rumah sakit ingin memberitahukan tentang suami ibu sekarag sedang berada dirumah sakit……..”
Jantungku terasa terhempas, tidak sempat aku menyelesaikan pembicaraan dengan orang tersebut aku langsung menangis yang membuat makcik terbangun.
“Desti kenapa nak?’ Tanya makcik.
“Mas bu mas?” Jawabku masih sambil menangis.


Setiba dirumah sakit kakiku semakin lemas melihat orang yang kucintai terbaring tidak sadarkan diri dengan kepala dibalut perban dan hidung yang tertancap selang oksigen. Waktu itu aku sangat tidak kuat rasanya. Tiba-tiba ada polisi datang menghampiriku lalu mengajakku berbicara. Beliau bilang taksi yang ditumpangi suamiku ditabrak tronton dari belakang karena taksi tersebut mengerem mendadak untuk menghindari pengendara sepeda motor yag tumbang ditengah jalan. Aku semakin menangis sejadi-jadinya.
Aku tertidur di sofa didalam kamar rumah sakit tempat suamiku dirawat. Aku benar-benar rapuh, suami yang selama ini selalu berusahan membuatku selalu tersenyum dan tertawa kini sedang terbaring kaku dirumah sakit.
*Bersambung……*