1. Masa-masa Kuliah S1
2010
Jam
6 (kampus) sesuai dengan pengumuman tentang orientasi mahasiswa baru yang
ditempel tersebut aku tiba dikampus Fakultas Ekonomi di sebuah perguruan tinggi
negeri tertua di provinsi tempat tinggalku. Aku adalah seorang anak daerah yang
berasal dari daratan yang berada di pesisir pantai yang posisinya persis hampir
mendekati ekornya pulau borneo. Dimana pada saat itu Pontianak adalah tempat
terkeren untuk dijadikan tempat menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi di
KalBar.
****
“Hei
kamu, disuruh datang jam berapa?” teriak senior yang merupakan salah satu
panitia orientasi mahasiswa baru.
“Jam enam kampus bang.” Jawab si maba yang kepalanya udah digunting pelontos ala tentara tersebut.
“Kamu tahu sekarang jam berapa? Tanya si senior itu lagi.
“Jam 6.02 bang”. Jawab si pelontos tersebut.
“Kamu telat, kamu liat disini teman-temanmu udah pada ngumpul.” Jawab si senior dengan nada yang agak meninggi.
“Jam enam kampus bang.” Jawab si maba yang kepalanya udah digunting pelontos ala tentara tersebut.
“Kamu tahu sekarang jam berapa? Tanya si senior itu lagi.
“Jam 6.02 bang”. Jawab si pelontos tersebut.
“Kamu telat, kamu liat disini teman-temanmu udah pada ngumpul.” Jawab si senior dengan nada yang agak meninggi.
Terus
terang sampai sekarang aku masih belum ngerti jam 6 kampus itu sebenarnya jam
berapa. Soalnya kalau datang kurang dari jam 6 salah, pas jam 6 salah lewat jam
6 pun salah. Hampir semua mahasiswa baru selalu berfikir masa-masa orientasi
mahasiswa baru itu adalah hal yang menyeramkan. Yang tidak kuat mental biasanya
akan menangis atau bahkan sakit. Bagaimana tidak, hari pertama bertemu teman
baru, tempat baru kitanya sudah bertemu monster-monster galak dikampus. Dari
pagi sampai sore kita diberi wejangan-wejangan tentang pengenalan kampus. Walaupun
begitu aku bersyukur sekali dapat pendidikan seperti itu di awal kehidupan
dunia perkampusan dan perkuliahan yang jauh dari ketiak orang tua. Karena
selama ini kita hidup dibawah ketiak orang tua, yang menurut aku itu adalah
bukan dunia nyata sebenarnya. Dan kita takkan menemuinya selama kita masih
hidup dibawah ketiak orang tua kita sendiri. Makanya beruntunglah kita menjadi
anak daerah terpencil. Karena kita pasti akan merasakan kehidupan anak kota dan anak kota belum tentu merasakan
kehidupan anak desa seperti kita. Dannnnn, hari ini aku menemui kehidupan nyata
aku yang sebenarnya.
Setelah
3 hari berlalu orientasi di Fakultas, ternyata pembelajaran semua tersebut
belum berakhir. Kita disambut lagi oleh monster-monster panitia jurusan. Dan
ini bukan sebentar, tapi selama satu semester setiap hari minggu. Hmmmm
sudahlah lupakan tentang orientasi mahasiswa baru.
Dan
hari ini adalah hari pertamaku duduk dibangku perkuliahan untuk benar-benar
kuliah. Mata kuliah ekonomi mikro yang diajar oleh Pak Jamhari yang sekalian
merupakan dosen pembimbing akademikku atau istilah mahasiswanya dosen PA.
Disinilah
aku pertama kali bertemu dengan Deni yang merupakan salah satu mahasiswa senior
yang satu kelas dengan kami dikarenakan mengulang mata kuliah ekonomi mikro
tersebut. Deni anaknya manis berkacamata, agak pendiam. Itu sih penilaian awal
pertemuanku dengannya. Tanpa kusadari setiap ada tugas kelompok aku selalu
dipertemukan untuk satu kelompok dengan si bang Deni ini. Mau tau perasaanku
saat itu adalah jengkel, yupppsss sangat jengkel karena satu kelompok dengan
orang yang sudah tidak lulus nilai mata kuliah tersebut. Dannnnn si Deni
tersebut pemalas dan suka cuma numpang nama di setiap tugas kelompok. Selalu
ada saja alasannya untuk tidak ikut kerja kelompok atau bahkan ketika tugas kelompok
dibagipun dia selalu punya alasan untuk tidak mengerjakan tugas kelompok
tersebut.
“Dasar
nih orang, pantesan aja nda nda lulus,” gumamku kesal.
Sejak
saat itu, aku semakin acuh dengan si Deni dan kadang mengganggap keberadaannya
tidak ada dikelas. Dan ternyata pada saat itu si Deni sangat memperhatikanku.
Kenapa aku tahu, nanti akan aku ceritakan pada bagian berikutnya.
2.
Masa-masa kuliah S1 2013
Tidak
terasa aku sudah memasuki akhir-akhir masa dunia perkampusan dan perkuliahanku
di S1. Sekarang aku sudah memasuki masa-masa menulis, menunggu, dicoret-coret.
Hampir setiap pagi aku selalu menunggu kehadiran Dosen pembimbing satu yang
membimbing skripsiku pada saat itu. Dosen tersebut bernama Pak Wahyu, beliau
orang yang ramah, selalu bimbing mahasiswanya dengan sabar. Aku sangat kagum dengan beliau.
Pada
semester ini juga adalah dimana setiap
mahasiswa di wajibkan untuk turun lapangan. Ada kkm alias mengabdi di
masyarakat, ada yang magang dikantor-kantor. Dan aku memilih untuk magang disebuah
perusahaan swasta di Pontianak. Nah disinilah awal pertemuanku dengan seorang
manager ganteng, dan bahagianya lagi ternyata dia masih lajang dan jomblo alias
tidak punya pacar hehehehehe.
Sebagai
mahasiswa magang aku tau diri, walaupun cuma jadi tukang fotocopy dan
bantu-bantu dikit pekerjaan dikantor tersebut, aku merasa mendapat banyak ilmu
dari para karyawan tersebut. Dikantor tersebut semua karyawannya ramah tanpa
dibuat-dibuat. Begitupun dengan manager ganteng tersebut, ramah sekali
terhadapku.
Tepat
jam azan zhuhur aku pergi ke musholla kantor untuk menunaikan sholat zhuhur,
kebetulan pada hari itu aku sendiri ke musholla karena mbak Mia sedang datang
bulan. Ternyata pak manager
tersebut juga sedang mau menunaikan
sholat zhuhur, tanpa tegur sapa kami cuma saling tersenyum. Selesai sholat
tiba-tiba pak manager yang bernama Raziel tersebut mengejutkanku dari belakang.
“Hai
Des? Bawa bekal makan siang hari ini?” Tanya pak Raziel. Dia tahu aku sering
bawa bekal makan siang ke kantor.
“Owh,
kebetulan hari ini enggak pak. Soalnya tadi tidak sempat masak,” Jawabku.
Walaupun
aku cuman anak kos, biasanya aku rajin masak loh wkakakakak. Itupun karena aku
ini orangnya suka pilih-pilih makanan hehehehe.
“Kalau
begitu makan sama-sama saya aja, dekat sini ada rumah makan masakan padang yang
enak loh.” Jawabnya sambil membetulkan tali sepatunya.
“Maaf
ya pak, tadi kita udah janjian sama mbak Mia mau makan sama-sama siang ini.”
Jawabku menolak karena segan dan juga aku telah memiliki janji dengan mbak Mia.
“Owh,
kalau begitu kita ajak Mia sekalian Des. Saya tunggu diparkiran ya.” Sambil
meninggalkanku seperti dengan keyakinan kalau aku dengan mbak Mia mau ikut
makan siang dengannya.
……..
Dengan
perasaan yang heran, aneh atau agak-agak gimana aku bicara dengan mbak Mia yang
sudah daritadi menungguku dimejanya.
“Mbak,
tadi aku ketemu pak Raziel di musholla dan dia ngajak kita makan sama-sama dia.
Dannnnn sekarang dia lagi nungguin kita diparkiran.”
“Owh,
ayolah. Lapar nih.” Jawab mbak Mia biasa saja.
Lalu
mbak mia bercerita pak Raziel itu memang baik orangnya. Kadang malam minggu dia
juga sering ngajak bawahannya untuk ngumpul bareng. Yang pastinya ditraktir
sama dia dong, secara dia manager.
Pak
Raziel menghentikan mobilnya tepat didepan rumah makan masakan padang. Mungkin
ini rumah makan yang diceritakannya tadi sewaktu keluar dari musholla.
Sebenarnya aku kurang suka sih masakan padang ini. Kalau ditraktir ya aku mau.
“Bapak
baru dapat bonus yaaa???” Tanya mbak Mia seperti sudah akrab sekali tanpa
mengurangi rasa hormatnya kepada bosnya tersebut.
“Alhamdulillah
Mia. Bagaimana kalau malam minggu ini kita kumpul bareng diwarkop biasanya.
Atau mau bakar-bakaran(bakar ikan,ayam dsb) dirumah saya? Kamu kalau tidak ada
acara boleh ikut juga Des.” Seru pak Raziel.
“Tapi
kan pak dua minggu yang lalu kita baru selesai bakar-bakar juga dirumah bapak.
Ngumpul diwarkop aja deh.” Jawab mbak Mia.
Aku
Cuma menganguk tersenyum, secara aku juga nggak punya acara setiap malam minggu
paling cuma baring-baring dikos
dikarenakan jomblo akut. Terakhir aku pacaran dua tahun yang lalu putus
gara-gara enggak ada kecocokan.
“Pak,
gimana kalau bapak yang jemput Desti malam minggu nanti. Dia jomblo akut tuh
pak sama kayak bapak.” Mbak Mia ngeledek kami berdua.
Aku
jadi tambah malu dibuat mbak Mia, “emangnya manager ganteng itu mau jemput aku”
gumamku dalam hati.
“Kamu
jomblo Des?” Tanya Pak Raziel memastikan.
“Hehehee,”
Aku cuma bisa nyengir.
“Aku
jemput nanti malam minggu ya, nanti kirim alamat kamu via WA aja.” Jawabnya
dengan sangat yakin aku mau dijemput sama dia.
“hmmmm,
pantas aja bisa jadi manager ternyata orangnya penuh keyakinan hati dengan
sangat percaya dirinya.
Hari
sabtu malam pun tiba. Nada dering ponselku berbunyi, ternyata yang menelpon
adalah Pak Raziel.
“Assalamualaikum pak.”
“Assalamualaikum pak.”
“Walaikumsalam,
saya udah didepan kos kamu nih Des.” Kata pak Raziel.
“Oke,
wait pak.” Jawabku.
Malam
itu kita dan teman-teman kantor ditempat magangku nongkrong bareng di warung
kopi yang cukup terkenal di Pontianak. Ada yang sendiri da nada juga yang bawa
pasangan masing-masing.
******
Setelah
kejadian “nongkrong” malam itu, ternyata Pak Raziel diperintahkan untuk
melakukan perjalanan dinas keluar Kalbar. Awalnya aku merasa biasa saja, tidak
merasa ada hal apapun dan perasaan apapun antara aku dan pak Raziel si manager
ganteng tersebut.
“cliiing”,
nada dering pemberitahuaan WA di ponselku berbunyi.
“assalamualaikum,
selamat malam Desti. Apa kabar?” Isi pesan via WA dalam ponselku , yang
ternyata pesan tersebut berasal dari Pak Raziel.
“Walaikumsalam,
alhamdulillah saya sehat pak. Bapak sendiri apa kabar?” Balasku.
Dan
sejak hari itu kita sering berkirim pesan via WA, sehingga semakin hari semakin
akrab.
Setelah
satu minggu perjalanan dinas keluar Kalbar akhirnya pak Raziel pulang kembali
masuk kekantor seperti biasa.
“Hei Des, ngapain melamun. Kamu
sakitkah?” Tanya mbak Mia megejutkanku.
“Enggak mbak”. Jawabku sambil
tersenyum.
“Terus, ngapain melamun gitu? Owh
iya, tadi pak bos nanyain kamu tuh. Katanya dia WA kamu Cuma centang. Ehm… ehm…
ciyeeeee yang udah sering chat-chatan.” Ledek mbak Mia.
Aku lupa kalau hari ini paket
internetku habis. Pak Raziel emang selalu curhat sama mbak Mia, ya bisa dikatakan
pak Raziel sudah menganggap mbak Mia itu seperti saudaranya sendiri.
“emmmmm
iya mbak, paketku habis. Jangan kasih tau yang lain ya mbak kalau aku dan pak
Raziel sering chat. Enggak enak aku sama yang lain.” Jawabku.
“Ntar
mbak bilangin sama pak Raziel kalau paket internet kamu habis Des.” Sambung mba
Mia.
´Mbak,
yuk lah keluar makan, laper nih”. Aku mengalihkan pembicaraan.
“Ehhhh
mau keluar makan ya, yuk makan bareng lagi. Rindu juga sama kalian berdua udah
satu mingguan enggak ketemu.” Kata pak Raziel semangat.
“Bapak
nih tau aja. Rindu sama kita berdua atau Desti aja nih pak hahahhaa”, ledek
mbak Mia.
Muka
ku mendadak memerah, begitu pula raut wajah Pak Raziel yang memerah juga.
“Jadi
makan enggak ni? Jadi nda pak? Hello pak?” Tanya mba Mia sambil melambaikan
tangan kearah muka pak Raziel yang masih memerah dan melamun tersebut.
“Jadi
dong, lets go!!!” Jawab pak Raziel semangat.
Kita
pun langsung beranjak menuju mobil Pak Raziel, dan berangkat menuju rumah makan
padang langganan karyawan-karyawan disini yang menurutku emang enak masakannya.
Didalam
mobil mbak Mia mulai lagi meledek kami berdua. Aku rasanya malu bukan kepalang.
Tapi sepertinya sekarang Raziel si manager ganteng tersebut terlihat menikmati
ledekan mbak Mia.
“Des,
udah ditembak sama pak Raziel belum?” Tanya mbak Mia.
“Mati
deh aku mbak kalau ditembak.” Jawabku sambil bercanda.
“Pak
belum ditembak juga nih si Desti??? Ntar keburu di tembak orang lain loh pak.”
Tanya mbak Mia tertawa.
Pak
Raziel pun tersenyum kulihat dia memandangiku dibelakang dari spion dalam mobil
tersebut. Pada saat itu aku duduk sendiri di kursi belakang.
“Tapi
kira-kira Desti mau nda ya jadi pacar saya Mia?” Tanya pak Raziel yang
kelihatannya sedikit bergurau.
“Tuh
Des, mau nggak?” Seru mbak Mia lagi.
“Eh
udah mau nyampai nih” Jawabku mengalihkan perhatian.
Aku
sebenarnya malu tapi mau. Hmmmm masa iya aku yang baru kenalan beberapa minggu
dengan orang tersebut udah jatuh cinta. Biasanya aku susah sekali untuk jatuh cinta. Apa iya
karena pak Raziel seorang manager???? Ah bearti aku matre dong. Kalau ganteng
sih relative. Masa iya orang seganteng pak Raziel jatuh cinta sama aku yang
hanya seorang gadis kampung pelosok ujung ekor Borneo.
“Des,
nanti sore nonton yuk. Yaaa kalau kamunya enggak capek sih.”
“Nonton?”
Tanyaku agak heran, yang walaupun sebenarnya aku sudah tau pak Raziel mengajak
aku nonton di bioskop yang cuma satu-satunya di Pontianak pada saat itu.
“Iya,
ada film bagus tuh, kalau mau aku langsung boking tiket nih. Biar nanti kita
nda perlu ngantri lagi dan kita bisa nonton jadwal yang agak awal. Kalau nonton
jadwal yang agak malam ntar kamunya malah tidur trus ileran deh kursinya.”
Jawab Pak Raziel bercanda.
Aku
hanya tersenyum, padahal dalam hatiku ingin berkata “ iya pak. Aku mau.” Tapi aku kan malu.
“Loh
kok cuma diam, itu artinya kamu mau kannn? Ya udah, jam enam lewat aku jemput
ya.” Jawab pak Raziel tanpa menunggu jawaban dari mulutku lalu beranjak pergi
menuju ruangannya.
Selesai
sholat magrib aku langsung bersiap-siap sebelum di jemput Pak Raziel si manager
ganteng tersebut.
*Bunyi
hape*
“Saya
otw”, begitulah bunyi pesan via WA yang tertera di layar ponselku. Yaps pesan
tersebut dari pak bos yang akan datang menjemputku.
Tepat
jam 06:15 wib, mobil pak Raziel berhenti didepan kosku. Aku mengenakan baju
berwana pink, jilbab tosca, celana jeans kw dan sepatu kets kw (hihihi, namanya
juga mahasiswa Cuma mampu beli yang kw-kw an itu pun hasil menghemat uang
kiriman dari orang tua).
Setelah
selesai nonton pak Raziel mengajakku makan, sambil makan pak Raziel banyak
cerita tentang dirinya termasuk tentang orang tuanya yang sudah memintainya
cucu sedangkan dirinya sendiri belum punya istri. Dikarenakan pak Raziel sudah
berumur hampir 29 tahun dan dia adalah anak laki satu-satunya. Itu artinya tahun
depan umur pak Raziel udah 30 tahun. Tapi raut wajahnya seperti baru 27 tahun
heheheheh. Ternyata orang tua pak Raziel adalah seorang tuan tanah dikampungnya
sana di tanah Jawa. Pak Raziel memiliki seorang adik perempuan, dan mereka
hanya dua bersaudara. Pak Raziel merupakan seorang sarjana ekonomi, tapi
jurusan manajemen. Sedangkan aku jurusan
ilmu ekonomi.
“Kalau
kamu gimana Des?” Tanya pak Raziel yang sepertinya dia ingin mengenalku untuk
lebih dalam lagi.
“Saya
ya begini pak, umur juga baru masuk 21 tahun masih kuliah jadi orang tua belum
menanyakan menikah,” jawabku.
“Oh
iya, malam minggu nanti kamu ada acara nda Des?” Tanya Pak Raziel lagi.
Sepertinya
dia mau mengajakku jalan lagi.
“Sabtu
ini rencananya saya mau pulang kampung pak. Kan kebetulan hari senin ini
tanggal merah. Jadi lumayanlah 2 malam ketemu keluarga dikampung.” Jawabku.
“Boleh
saya ikut Des??? Saya belum pernah ke daerah sana,” seru pak Raziel.
“Waduuuhhh,,,
ni orang mau pakai ikut segala. Mau ngomong apa aku sama orang tuaku dan orang-orang
dikampugku.” Gumamku dalam hati.
Setelah
beberapa detik berfikir aku pun menjawab,” Bahaya pak kalau orang luar ikut
kekampung saya, nanti enggak mau pulang. Kalau pun pulang pengen datang lagi
datang lagi dan datang lagi.”
“Dengan
cepat pak Raziel menjawab,” Ya baguslah, asal kamunya juga disana saya mau.”
“Ah
bercanda bapak jelek,” jawabku. Padahal kalau kalimat itu serius aku girang
sekali.
“Lain
kali sajalah ya bapak ikut saya pulang kampung.” Lanjutku.
“Yaudah
deh, kalau enggak boleh. Ntar aku berangkat sendiri. Trus pas nyampai kampung
kamu, aku Tanya-tanya deh dimana rumahnya Desti.” Sambil tertawa.
“Ampun
deh, garing.” Jawabku kesal.
“Ya
udah kamu saya antar sekarang ya, besokan mau bangun pagi nyiapin suami sarapan
pagi.” Jawabnya bercanda.
Pak
Raziel ini emang suka bercanda, apa mungkin karena dia lagi berusaha ngedekatin
aku makanya dia bersikap seperti itu. Semoga saja tidak, aku tidak mau
berprasangka buruk terhadap orang lain.
Jum’at
sore adalah hari yang kutunggu-tunggu karena tidak sabar mau pulang kampung.
“Des,
jadi kamu pulang kampung sore ini.” Tanya mbak Mia.
“Enggak
mbak, enggak dapat travel. Dapatnya Cuma berangkat subuh.” Sambil memonyongkan
bibir bawah pertanda agak kesal.
******
Tiba
dikos aku langsung berbaring lalu memeriksa ponselku. Ada pesan via WA dari pak
Raziel, “Jangan di monyongin gitu bibirnya. Ntar dower loh. Kalau emang mau
pulang sore ini saya mau jadi supir kamu. Saya antar sampai depan rumah.”
“Terima
kasih tawarannya pak, sepertinya saya pulang nanti subuh aja deh pakai travel”,
balasku.
Langsung
ku telpon operator travel langgananku, dan ternyata travel sudah penuh untuk
jadwal berangkat subuh dan pagi yang adanya Cuma berangkat sore besok.
Setelah
kupikir-pikir sebaiknya aku menerima tawaran dari pak Raziel.
“Tut
tut tuutttt…..”
“
Halo Assalamualaikum Des,” terdengar suara pak Raziel disana.
Agak
terbata-bata aku menjawab, “ Walaikumsalam, pak masih berlaku nda tawaran
tadi?”
“Oke,
kita berangkat sekarang ya. Ntar keburu malam,” jawab pak Raziel seperti biasa
dengan semangat perjuangan kemerdekaan.
Rupanya
pak Raziel sudah bersiap-siap mau menjemput aku, yang katanya dia yakin kalau
aku bakal mau nerima tawarannya. Makanya dia sudah bersiap-siap. Diperjalanan
aku tidak bisa tertidur soalnya manager gantengku ini belum hafal jalan menuju
kampungku.
Kami
berangkat jam lima sore dari Pontianak. Diperjalanan aku menelpon orang tuaku
dikarenakan tadinya aku bilang mau berangkat subuh. Aku juga mau bilang ke
orang tua aku pulang bawa teman laki-laki. Dan aku tidak bilang kalau yang
datang bersamaku itu adalah manager ditempat aku magang. Dan sepertinya Pak
Raziel tidak masalah dengan hal itu,
*****
Jam
menunjukan pukul 10.05 malam, kami tiba di penyeberangan kapal feri menuju
kampung halamanku tercinta.
“Enak
ya naik kapal feri malam-malam begini, jadi pengen punya istri orang daerah
sini.” Pak Raziel mengejutkanku.
“Bapak
mau tipe yang seperti apa? Ntar aku cariin.” Jawabku.
“Aku
mau seperti yang duduk disampingku ini.” Jawabnya dengan lirikan meledek.
Aku
hanya terdiam malas menanggapinya.
“Kamu
bayangin deh, kita sedang dalam perjalanan pulang seperti ini dengan dua anak
yang sedang tertidur dibelakang.” Sambungnya lagi.
“Hellooooo, bangun pak. Jangan
mimpi.”kataku sambil tertawa.
“Kenapa Des? Des, jangan panggil aku
bapak lagi ya. Panggil aku Raziel atau mas Raziel aja. Yayang Raziel juga
boleh.” Sambil menyandarkan dagunya distir mobil.
“Sebenarnya aku juga heran Des sama
diriku sendiri. Aku terakhir punya pacar waktu zaman kuliah. Bertahun-tahun setelah
itu rasanya aku belum ada menemukan yang pas dihatiku. Sampai aku ketemu kamu.
Sejak awal aku sudah menyukaimu. Setiap hari setiap malam aku selalu kebayang
kamu Des. Sampai aku sholat istikharah dan jawabannya emang selalu kamu. Kalau
kamu siap aku mau langsung melamar kamu dan berjanji akan membahagiakan kamu.”
Kata pak Raziel.
Aku
pura-pura tertidur malas nanggapin ucapannya.
“Masa
baru kenal aja udah berani ngomong lamar-lamar nih orang sok-sok berjanji
lagi.” Gumamku dalam hati.
”
Des, Des bangun. Aku enggak tau jalan nih. Habis ini kita kearah mana lagi?”
Tanya pak Raziel sambil mengusap kepalaku yang tertutup jilbab.
“Ehhhh
udah sampai ya?” tanyaku pura-pura tidak tau sambil ngucek mata dan membetulkan
sedikit jilbab di area wajahku.
“iya
nyonya.” Jawabnya tersenyum manis melirikku.
“Meledek
terus bapak nih. Ntar saya ledek balik baru tau rasa. Kita belok kiri, ntar ada
simpang empat kita belok kanan.”
Aku
merasa ada rasa-rasa yang lain timbul dalam hatiku, hmmm apakah ini cinta???
Aku berharap iya hehehehehe.
“Aduh
deg-degan nih mau ketemu calon mertua.” Jawabnya lagi.
“Belum
juga selesai ngayalnya bro.” Balasku.
“Serius
nih Des, kalau kamu mau dan siap. Pas dikampung nanti saya langsung bicarain
sama orang tua kamu.” Pak Raziel bicara semakin serius.
“ihhhh,,,,
bercandanya jelek.”Jawabku pura-pura tidak percaya.
“Serius,
saya serius. Bukan karena keterpaksaan faktor umur yang mengharuskan saya
menikah secepatnya atau pun desakan orang tua yang pernah saya ceritakan ke
kamu. Bukan Des, bukan itu alasannya. Kamu adalah jawaban istikharah saya
selama ini.” Jawabnya sedikit panjang.
Aku
tidak bisa berkata apa-apa. Menurutku semua ini rasanya terlalu cepat. Aku yang
masih terlalu muda dan pertemuan kami yang masih terlalu singkat. Istikharah
yaaaa, aku harus melakukan istikharah seperti dia. Kami saling terdiam, pak
Raziel tetap focus dengan setirnya. Aku memandangi wajahnya yang menurutku
ganteng itu. Hmmmm apakah dia yang akan menjadi imamku? Apakah dia yang akan
menjadi ayah dari anak-anakku. Aku hanya berharap apapun yang terjadi nanti
semuanya adalah yang terbaik.
***
“assalamualaikum,,,
mak… pak.” Seperti kebiasaanku langsung membuka pintu rumah.
Ternyata
kedua orang tuaku lagi meneonton televisi.
“Katanya
bawa teman, mana temanmu Des.” Tanya bapakku.
“Owh
iya, mas Raziel. Ayo masuk mas.” Pak Raziel emang sudah berpesan kalau sudah
sampai dirumah untuk memanggilnya Mas Raziel saja.
“Assalamualaikum
pak bu,,,Raziel.” Kata pak Raziel memperkenalkan diri.
“Owh,,,
gimana perjalanan tadi. Pasti capek ya?”Jawab mamak.
Pak
Raziel cuma tersenyum.
“Mamak
udah nyiapin kamar depan untuk Raziel. Des, antar Raziel kekamar depan.” Lanjut
mamak.
****
Ternyata
subuh itu pak Raziel ikut sholat berjamaah di masjid dekat rumah kami. Kedua
orang tuaku memang selalu sholat berjamaah di masjid. Cuma aku saja yang masih
perlu bimbingan, jarang sholat berjamaah dimesjid.
Seperti
biasa ketika dikampung kegiatan pagi hariku adalah beres-beres rumah dan
membantu mamak didapur. Tiba-tiba Pak Raziel muncul menemui kami di dapur.
“Ayo
ziel, sarapan dulu. Ini ada nasi goreng buatan Desti.” Kata mamak.
“Owh
ya… ini kamu yang masak Des?” Tanya pak Raziel sambil meledek.
“Pasti
enak nih.” Lanjutnya lagi.
Aku
menatapnya sinis. Dia malah menertawakanku.
Tiba-tiba
bapak muncul, “Des, nanti ajak Raziel ni ke pantai. Sekalian main kerumah
nenek, kan kamu udah lama nda ke rumah nenek. Kenalkan Raziel ni dengan
keluarga kita”
“Bapak
ikut?” tanyaku.
“Bapak
sama mamak, ada undangan hajatan orang nikahan hari ini.” Jawab bapak.
“hmmmm
tak best laaaaaaa.” Kataku.
“Kamu
tu Des, Cepat selesaikan kuliah kamu. Cepat selesai kuliah cepat juga mak bapak
ngudang orang untuk hajatan. Mak bapak ni makin hari semakin tua. Kan Ziel”
Lanjut bapak.
Rupanya
tadi mas Raziel sudah berbicara sama bapak tentang niatnya terhadapku. Dan sepertinya bapak suka dengan mas Raziel.
****
Dipantai….
“Des,
maafkan saya ya. Saya tadi sudah berbicara sama bapak.” Mas Raziel memulai
pembicaraan.
“Trus
bapak jawab apa?” tanyaku.
“Bapak
bilang kalau mau ya nunggu kamu selesai kuliah, tapi kalau ingin cepat bapak
juga nda masalah. Nikah inikan ibadah jadi bapak tidak mau menghalang-halangi. Begitu kata bapak Des.”
Mas Raziel ,menjelaskan kepadaku.
“Jadi,
mas maunya gimana?” tanyaku lagi.
“Aku
kembalikan lagi ke kamu Des, aku tidak mau kamu terpaksa menjalaninya
bersamaku. Ya beginilah aku Des.” Lanjut mas Raziel lagi.
“Rasanya
aku belum cukup dewasa untuk menjadi istrimu mas. Kamu lihat aku. Apa kamu
yakin aku bisa mendampingi dan mengimbangi kamu nantinya.” Jawabku.
“Kalau
kamu yakin terhadapku, kita jalaninya sama-sama. Kita sama-sama belajar
mendewasakan diri.” Lanjutnya lagi.
Aku
hanya mengangguk, sambil berdoa semoga segalanya dipermudah.
****
“Pak,
sepertinya saya ingin mempercepat niat saya. Dengan keadaan saya sendiri dikota
Pontianak, begitu pula dengan Desti.” Mas Raziel memulai pembicaraan.
“Gimana
kamu Des? Bapak tergantung kamu lagi. Kalau kamu mau bapak dengan mamak Cuma
bisa mengaminkan.” Jawab bapak tersenyum.
Jelas
sekali raut bahagia diwajah bapak dan mamak. Melihat bapak dan mamak sebahagia
itu tidak mungkin aku bisa menolak niat mas Raziel.
“hehehehe…
mak bapak mau punya menantu seperti mas Raziel?” tanyaku meledek.
“ah
kamu ni Des, kok nanya lagi sih. kamunya gimana mau atau nda jadi istrinya
Raziel. Jangan lama-lama mikirnya. Kalian di Pontianak sama-sama sendiri.
Kalian sudah dewasa. Mamak tidak masalah kalau kamu menyelesaikan kuliah kamu
dalam keadaan sudah menikah.” Kata mamak.
Senin
sore kami pulang ke Pontianak, rasanya berat sekali meninggalkan kampung
halaman tercinta ini. Diperjalanan mas Raziel tak henti-hentinya membuatku
tertawa. Dalam hati aku berdoa, semoga mas Raziel menjadi jodohku dunia
akhirat.
Selasa
pagi, aku seperti biasa. Bangun subuh, masak untuk bekal cuma bedanya kali ini
aku masak agak banyak. Tadi malam saya dan mas Raziel singgah belanja ke pasar
Flamboyan. Jadi pagi ini aku masak untuk teman-teman dikantor juga.
“Selamat pagi mbak Mia.” Sapaku.
“Morning, darling.” Sapa mba mia
kembali.
“Wah banyaknya bawa bekal hari ini?”
Lanjutnya lagi.
“Iya mbak, tadi malam saya dengan
pak bos singgah belanja di Flamboyan. Jadi, nanti siang kita lunch di kantor
aja ya mbak ku sayang.”jawabku.
“Ciyeeee,
jadi gimana kamu dengan pak Raziel? Dilamar?” lanjut mbak mia.
“hmmmm.”
Jawabku pura-pura tidak mau cerita.
“Kamu
tolak lamaran pak Raziel Des?” Mbak Mia Spechless.
“Pak
Raziel mau melamar aku mbak, dia udah ngomong sama mak bapakku juga.”
Sambungku.
“Alhamdulillah,
calon istri managerlah nie. Ciyeeee,,, hahahaha.” Ledek mbak Mia.
“Ah…
mbak ni, kan aku jadi malu.” Jawabku dengan nada manja.
*****
Tidak
terasa hari ini adalah hari terakhir aku magang dikantor ini. Itu artinya
hari-hariku untuk bertemu mas Raziel sudah semakin berkurang. Aku pasti akan
merindukannya setiap hari hehehehe.
“Sayang
:-* .” terlihat pesan via WA dari mas Raziel.
“kenapa?”
Jawabku.
Tiba-tiba
ponselku berdering ternyata mas Raziel langsung menelponku.
“halo,
assalamualaikum.” Aku menjawab telepon dari mas Raziel.
“Walaikumsalam.
Des, besok kamu udah nda magang dikantor lagi. Itu artinya aku udah enggak bisa
melihatmu dari pagi sampai sore hari.” Kata mas Raziel.
“Trus???”
tanyaku.
“Kalau
aku rindu gimana?” Tanya mas Raziel sok-sok manja.
“Trus
mau mas gimana?” tanyaku.
“Sudah
siap jadi istri mas?” Tanya mas Raziel lagi.
“Mas
sehat???” kami saling lempar tanya tanpa ada jawaban.
“To
the point aja ya sayang, mas tadi udah nelpon orang tua mas. Minggu depan mau
datang ke sini trus melamar sayang.” Jawab mas Raziel.
“ihhh
mas nih, bercandanya jelek.” Jawabku.
“Serius
sayang. Ntar kamu kasih tau ke mamak dan bapak dikampung ya.” Jawab mas Raziel
lagi.
Seminggu
setelah melamarku, kami langsung menikah dikampungku. Rasanya mendadak sekali,
tapi aku bahagia. “Yeeaaayyyy, akhirnya aku menjadi istri Pak Raziel si manager
ganteng.”
Dan
inilah awal kehidupanku yang nyata senyata-nyatanya. Sekarang aku sudah menjadi
bu Raziel, seorang perempuan muda istri manager ganteng yang ramah dan baik
hati. Aku rasanya menjadi manusia yang paling beruntung sekali. Aku menjalankan
dua peran sekaligus yaitu mahasiswi dan istri.
Delapan
bulan setelah pernikahan kami, aku mendapatkan gelar sarjana ekonomiku. Namun,
kebahagiaanku belum lengkap, kehidupan rumah tangga kami belum juga diberikan
rezeki zuriyat. Ku lihat mas Raziel masih biasa saja. Tapi aku tau dia sangat
menginginkan anak dari rahimku.
“Assalamualaikum.”terdengar
suara mas Raziel dari balik pintu.
“Walaikumsalam.”
Jawabku sambil bergegas membukakan pintu depan. Langsung ku cium tangan mas
Raziel. Ku sambut dia dengan kebahagiaan dan senyuman. Dan hal yang sama
kulakukan setiap hari.
“Mas,
mau minum? Mau teh atau kopi?” tanyaku.
“Teh
aja deh.” Jawab mas Raziel.
Ku
dekati tubuh mas Raziel, lalu ku cium aroma tubuhnya, “ ihhhh busuknya, mas
mandi dulu gih. Baru aku buatin teh.” Kataku.
Lalu
mas Raziel semakin membenamkan tubuhku dibadannya dengan pelukannya yang hangat
itu.
“Kangennyaaaa,
kangen banget.” Kata mas Raziel sambil mencium keningku bertubi-tubi.
“ah
mas ini, baru juga pergi kerja beberapa jam.” Kataku.
“
Mas, mandi dulu ya sayang.” Kata mas Raziel.
Mas
Raziel setelah menikah memang selalu seperti itu, romantis atau apalah-apalah.
Yang pastinya aku selalu bahagia bersamanya.
*****
Setelah
sholat magrib berjamaah, aku menyiapkan makan malam. Aku bersyukur sekali,
karena walaupun suamiku ini orang jawa. Tapi selera makannya seperti orang
melayu. Sehingga tidak sulit bagiku untuk membuatnya selalu lahap makan
masakanku.
“Mas.”kataku
memulai pembicaraan.
“Ya
sayang. Enak kok masakannya.”Jawab mas Raziel.
“Bukan
itu massss, aku rindu ingin pulang kampung.” Jawabku.
“oooo
kirain apa. Sore jum’at ini kita pulang ya sayang.” Jawab mas Raziel dengan
lembut.
Setiap perkataan yang keluar dari
mulut mas Raziel selalu membuatku kelepel-kelepek. Tidak ada alasan untukku
untuk tidak bersyukur dengan keadaan yang seperti ini. Memiliki suami yang luar
biasa seperti ini. Subhanallah.
Dua hari setelah pulang dari kampung
tiba-tiba konsisiku ngedrop. Mual muntah masuk angin. Dalam setengah hari aku
muntah sampai lebih dari enam kali. Dengan tubuh yang lemas kucari ponselku
untuk menghubungi suamiku via pesan WA.
Tertulis * mas, aku muntah-muntah
udah lebih dari enam kali.
Setelah menulis pesan tersebut aku pun
tertidur. Setelah sadar ternyata aku sudah terbaring di rumah sakit. Ternyata
tadi aku pingsan.
“ehhh….” Kataku lemah.
“Sayang, alhamdulillah sudah
siuman.” Kata suamiku dengan senyuman terpancar dibibirnya.
“Sayang mau makan?” lanjutnya lagi.
“Kenapa kita disini mas?” tanyaku.
“Tadi kamu pingsan sayang, o ya kamu
mau pipis nda? Tadi dokter suruh tes kehamilan pakai test pack ini dulu.” Jawab
suamiku.
Aku mengangguk pelan, kepalaku masih
terasa pusing sekali. Mas Raziel dengan pelan membangunkanku dari ranjang
pasien lalu mengiringiku menuju toilet.
“Bisa sendiri sayang?” Tanya mas Raziel.
“Bisa.” Jawabku sambil tersenyum.
Setelah kulakukan tes, ternyata
terdapat dua garis. Yang menurut petunjuknya dua garis menunjukan positif
hamil. Semakin bertambah kebahagiaanku seketika pusing dikepalaku hilang.
“Mas, mas, masssss.” Teriakku dari
dalam toilet.
“Sayang kenapa?” tanya suamiku
dengan wajah deg-degan.
“Mas lihat deh, garisnya dua mas.”
Jawabku.
Suamiku langsung memelukku dengan
tak henti-hentinya kalimat syukur keluar dari mulutnya. Ku lihat matanya
seperti berkaca-kaca.
Dielusnya perutku sambil berkata,”
Anak papa jangan nakal ya, kasian mama muntah-muntah sampai pingsan tadi. Sehat
terus ya anak papa. Kalau lapar bilang ya, ntar papa belikan makanan.”
Melihat suamiku seperti itu aku
langsung tertawa. Suamiku langsung memelukku lagi, dengan kebiasaan andalannya
yaitu menciumi keningku bertubi-tubi.
“awww… sakit mas, infusnya.”Kataku.
“Aduh-aduh maaf ya sayang.” Jawab
suamiku sambil mengelus tanganku pelan.
“Mas, kita bisa pulang sekarang ngga?
Pengen tidur dirumah.” Kataku.
“Sabar ya sayangku… malam ini kita
menginap disini dulu ya sayang. Kamunya masih lemes begini. Mas sholat magrib
dulu ya. Sayang mau makan apa ntar mas belikan.” Jawab suamiku.
Aku cuma menggeleng.
“Hmmmm, tadi Mia WA mas katanya
habis magrib mau kesini.” Lanjut suamiku.
“Mass…. Jangan lama-lama.” Jawabku
manja.
Suamiku Cuma tersenyum. Dikecupnya
lagi keningku sebelum berangkat menuju musholla rumah sakit.
Ku elus-elus perutku sendiri tidak
ku sangka akhirnya Tuhan memberikanku rezeki yang luar biasa. Tuhan
memberikanku kebahagiaan dengan tiada hentinya. SubhanallahAlhamdulillah
.
“Assalamualaikum.” Tiba-tiba suara
mba Mia mengejutkanku.
“Walaikumsalam.” Jawabku sambil
membetulkan posisi.
“Hai bu manager sayangku, trus
gimana? Pasti kamu hamil nih… waaaaaa selamat yaaa.” Kata mba Mia girang.
Padahal aku belum menjawab apa-apa.
Tapi mba Mia sudah bisa membaca dari raut senyum diwajahku.
“Iya mba, tadi baru di test pack.
Cuma belum ketemu dokter masih nih.”. jawabku.
“pak Raziel mana?” tanya mba Mia.
“Pergi sholat mba.” Jawabku.
“Eh ini mba ada bawa rujak jambu
special buat kamu. Mba tau kamu lagi muntah-muntah pasti kamu pengen makan
ini.” Kata mba Mia.
“Waaahhh…. Pasti enaknih. Hmmm
makasih ya mba. Langsung aku makan ya.” Jawabku girang.
“Assalamualaikum.” Ketuk suamiku
dibalik pintu langsung masuk.
“Walaikumsalam.” Jawab kami
serentak.
“Udah lama Mi?” tanya suamiku.
“Baru datang juga saya pak. Wah-wah
ada yang mau jadi daddy nih.” Jawab mbak Mia.
“Alhamdulillah Mi, kamu kapan mau
menikah?” Lanjut suamiku.
“Nunggu mas Eko nih, enggak
melamar-melamar masih.” Jawab mba Mia dengan mencibirkan bibirnya manja.
Mas Eko adalah pacarnya mbak Mia
dari sejak SMA, sekarang mas Eko bekerja sebagai TNI AL di yang bertugas diluar
Kalbar sehingga mereka harus LDR.
****
Sepulang dari rumah sakit mas Raziel menyarankan untuk mencari asisten rumah tangga. Awalnya aku menolak tapi kondisi badanku tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan dapur. Apalagi setiap aku mencium aroma masakan aku pasti langsung muntah.
Sepulang dari rumah sakit mas Raziel menyarankan untuk mencari asisten rumah tangga. Awalnya aku menolak tapi kondisi badanku tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan dapur. Apalagi setiap aku mencium aroma masakan aku pasti langsung muntah.
Setelah satu minggu dengan keadaan
yang sangat-sangat mabok, akhirnya aku menerima tawaran mas Raziel untuk
mencari asisten rumah tangga.
“Mas,
aku setuju kalau kita menggunakan jasa asisten rumah tangga dirumah. Tapi, ada
syarat?” seruku.
“Ya
memang harus ada syaratlah sayangku.” Jawab mas Raziel sambil ketawa.
“Ih
ga lucu, aku serius mas. Pokoknya aku yang nentuin kriterianya dan aku yang
pilih” Jawabku agak ngambek.
“Iya
iya, terserah tuan putri mau nyari yang kayak gimana.” Jawab mas Raziel sambil
mendekatiku lalu menusap perutku.
“Nak,
kok mama sekarang galak ya sama papa. Tapi, tenang aja papa tetap selalu sayang
kok sama mama. Yang sehat ya anak papa.” Mas Raziel mengajak calon bayi kami
yang masih didalam perutku ini.
Aku menelpon orang tuaku dikampung
membicarakan hal tentang mencari asisten rumah tangga alias pembantu tersebut.
Dan ibu ku bilang mau mencarikanku pembantu, ya tentunya yang sesuai dengan
kriteriaku. Umur diatas 40 tahunan, bisa mengendarai sepeda motor dan harus
yang bersikap sopan. Dan fix seminggu kemudian kami menemukannya.
Besok
jadwal aku pergi cek kehamilan, seharusnya suamiku yang menemaniku. Tapi dia
harus keluar kota.
“Sayang
mas minta maaf ya, ya sayang yaaa. Ini bukan kemauan mas, sayang kan tau dengan
pekerjaan mas. Nanti cek kehamilan berikutnya insya allah mas yang antar.” Kata
mas Raziel seperti merasa bersalah.
Aku
terdiam, rasanya hari ini aku malas sekali mau berbicara.
“Sayang,
bentar lagi mas mau berangkat nih, sayang jangan ngambek gitulah. Gak tenang
pikiran mas pergi tapi sayang marah kayak gini.” Nampak sekali raut wajah sedih
bercampur cemas diwajahnya mas Raziel.
“Mas
ini kenapa? Aku gak apa-apa kok. Lagian kan ada makcik yang bisa nemanin aku ke
dokter.” Jawabku.
“Sayang
jaga diri baik-baik ya. Jangan aneh-aneh. Dan untuk buah hati papa, jangan
nakal ya nak, jangan bikin mama pusing pas papa pergi kasian mama nak.” Kata
mas Raziel sambil mencium kening dan perutku.
Kali
ini mas Raziel Cuma pergi dua hari ke Jakarta, tapi rasanya berat untuk
ditinggal. Dan mas Raziel pun terlihat seperti berat untuk meninggalkanku.
Semoga ini bukan pertanda buruk. Aku sangat menyayangi mas Raziel.
“Mas,
jangan lama-lama ya perginya ntar aku kangen.” Bisikku manja sambil memeluk
suamiku.
“Iya
sayang, kalau bisa diwakilkan mas juga ga mau berangkat hari ini ke Jakarta.
Mas berangkat dulu ya.” Jawab mas Raziel lalu mencium keningku bertubi-tubi dan
mengusap perutku.
Sepulang
dari dokter kulihat ponselku yang tadi tertinggal dirumah, ada banyak 45 kali
panggilan tak terjawab. Dan banyak pesan via wa dari mas Raziel.
“Astagfirullah.”
Kataku dalam hati. Lalu menelpon mas Raziel via video call.
“Halo
sayang.” Jawab mas Raziel.
“Assalamualaikum.”
Kataku mengucapkan salam.
“Walaikumsalam,
sayang bagaimana tadi ke dokternya? Kenapa mas telpon ga dijawab.” Jawab mas
Raziel.
“Maaf
ya masku sayang, tadi hpku ketinggalan dirumah, trus hp makcik baterai habis
mas.” Jawabku menjelaskan.
“Mas,
Alhamdulillah janinnya sehat dan berkembang dengan baik, nih keliatan ga foto
anak kita?” tanyaku sambil menunjukan foto hasil USG.
“Alhamdulillah,
mukanya mirip mas ya.” Jawab mas Raziel.
“Emangnya
keliatan? Itukan baru 8 minggu hahahaha.” Jawabku lagi.
“Keliatan
kok kan anak papa hehehehe, sayang udah azan magrib disini.” Kata mas Raziel.
“Owh
disini juga mas, udah dulu ya mas. Jangan nakal disana.” Kataku.
“Siaaap
sayang. I love you, I miss you.” Jawab mas Raziel sambil memonyong-monyongkan
bibirnya yang membuatku jadi ketawa sendiri.
“too
hahahaha, assalamuakum byeeee mas.” Jawabku sambil memutuskan panggilan video
call tersebut.
Aku
masih tersenyum-senyum sendiri dikamar, mengingat wajah suamiku nan ganteng
tersebut. “ uuhhhh rindunya.”gummamku dalam hati.
“Nak Desti, makcik udah masak. Yuk
makan.” Ajak makcik.
Aku
memang tidak mau memperlakukan makcik benar-benar seperti pembantu dirumahku.
Walaupun makcik yang mengerjakan semua pekerjaan rumah tapi tetap tidak
mengurangi rasa hormatku terhadapnya. Tapiiii, professional tetap harus di
jalankan.
“Ya
makcik, sebentar.”Jawabku.
“Nak,
ini vitaminnya jangan lupa dimakan.” Ujar makcik lalu duduk dimeja makan
bersamaku.
Rasanya beruntung sekali hidupku
ini, bahkan pembantu dirumah saja sangat perhatian dan peduli terhadapku.
“Sayang
pesawat mas delay 2 jam, yang sabar yaaa. I miss you so much.” Begitulah pesan
via WA yang tertulis di layar ponselku. Rasanya sudah tidak sabar menunggu
kepulangan pangeran hatiku.
Langsung
ku klik menu kamera video call.
Tidak
lama mas Raziel pun mengangkat panggilan tersebut.
“Assalamualaikum
kesayangan mas.” Terlihat jelas wajah mas Raziel di layar ponselku.
“Walaikumsalam,,,,
mas kangeeeeeeeeeeeeennnnnn.” Jawabku.
‘Iya..
iya… sabar yaaa, mas juga kangen sayang.” Jawab Mas Raziel.
“Mas,
udah dibandara nih sayang. Mas ada membelikan sayang sesuatu.” Lanjut mas
Raziel.
“Wah,
Mas beliin aku apa?” Tanyaku.
“Ada
deh ra ha sia, kan surprise.” Jawabnya lagi.
“
Mas, kangennyaaaaaaa. Mmmuach mmuachh mmmuachhh.” Lanjutku manja.
“Hahhahaha,,,
ntar sampai dirumah mas cium sampai jontor.” Ledeknya.
“Coba
aja kalau berani.” Jawabku.
Tidak
terasa sudah 1 jam lebih kami mengobrol video call via WA. Dan mas Raziel pun
udah mau masuk ke pesawat.
“
Sayang, udah dulu ya. Mas mau masuk ke pesawat. Ntar kangen-kangenannya tunggu
mas sampai dirumah yaaa. Assalamualaikum.” Kata mas Raziel.
“Walaikumsalam.” Jawabku sambil menutup panggilan
tersebut.
Waktu itu mas Raziel berangkat menggunakan pesawat
jam 20.30 dari Jakarta. Entah kenapa perasaanku pada saat itu rasanya sangat
deg-degan. Dari awal keberangkatan mas Raziel kemarin aku sudah merasa tidak
enak hati, padahal ini bukanlah kali pertama aku ditinggal pergi untuk
perjalanan dinasnya mas Raziel. Ku atur alarm di ponselku jam 23.15 karena aku
yakin sekali suamiku akan mengetuk pintu rumah pada jam tersebut.
“****** terdengar suara alarm dari ponselku yang
menunjukan jam 23.15. Aku bangun lalu keluar dari kamar karena aku yakin sekali
sebentar lagi suamiku akan mengetuk pintu. Hampir lima menit aku duduk diruang
tamu, namun tanda-tanda kedatangan suamiku belum juga kelihatan. Dan akhirnya
aku memutuskan untuk pindah keruang tengah sambil menonton tv. Sepuluh menit
kemudian ponselku berdering.
“Halo, selamat malam. Apa benar istrinya pak
Raziel.”
“Iya saya sendiri.” Terdengar suara perempuan
bernada halus dari dalam ponselku.
“Ibu, ini kami dari pihak rumah sakit ingin
memberitahukan tentang suami ibu sekarag sedang berada dirumah sakit……..”
Jantungku terasa terhempas, tidak sempat aku
menyelesaikan pembicaraan dengan orang tersebut aku langsung menangis yang
membuat makcik terbangun.
“Desti kenapa nak?’ Tanya makcik.
“Mas bu mas?” Jawabku masih sambil menangis.
Setiba dirumah sakit kakiku semakin lemas melihat
orang yang kucintai terbaring tidak sadarkan diri dengan kepala dibalut perban
dan hidung yang tertancap selang oksigen. Waktu itu aku sangat tidak kuat
rasanya. Tiba-tiba ada polisi datang menghampiriku lalu mengajakku berbicara.
Beliau bilang taksi yang ditumpangi suamiku ditabrak tronton dari belakang karena
taksi tersebut mengerem mendadak untuk menghindari pengendara sepeda motor yag
tumbang ditengah jalan. Aku semakin menangis sejadi-jadinya.
Aku tertidur di sofa didalam kamar rumah sakit
tempat suamiku dirawat. Aku benar-benar rapuh, suami yang selama ini selalu
berusahan membuatku selalu tersenyum dan tertawa kini sedang terbaring kaku
dirumah sakit.
*Bersambung……*