Selasa, 30 Mei 2017

KESEJAHTERAAN YANG TIDAK SEJAHTERA

Upah/ gaji merupakan timbal balik atas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada si pekerja. Dimana perusahaan adalah pelaku usaha yang perusahaannya memproduksi barang atau jasa yang artinya dalam ekonomi disebut produsen. Sedangkan untuk si pekerja memiliki dua sisi posisi bisa menjadi konsumen namun disuatu sisi ia merupakan bagian kecil dari produsen.
Dalam perekonomian aliran perputaran barang dan jasa harus seimbang. Yaitu sebuah keadaan barang atau jasa yang di produksi oleh produsen harus di konsumsi habis oleh konsumen sehingga tidak ada yang tersisa dengan kata lain produksi sama dengan konsumsi.
Namun , pada kenyataannya hal itu sangat jarang terjadi bahkan merupakan hal yang tidak mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan faktor kebutuhan, selera dan mungkin saja pendapatan  dari si konsumen itu sendiri. Sehingga, untuk menilai keseimbangan antara produksi dan konsumsi bukanlah sebuah angka nol atau produk yang diproduksi oleh produsen di konsumsi habis secara keseluruhan oleh konsumen. Melainkan sebuah nilai kepuasan dari sisi konsumen dan sisi produsen tersebut yangt berada pada titik kepuasan yang sama.
Dalam pasar persaingan sempurna kadang terjadi tawar menawar harga yang akhirnya mencapai  harga kesepakatan antara produsen dan konsumen atau penjual dan pembeli. Harga kesepakatan itulah yang disebut dengan nilai keseimbangan antara karena pada nilai tersebut penjual dan pembeli sama-sama puas.
Namun, dalam lingkup antara pemilik perusahaan dan pekerja tidak akan terjadi hal seperti itu. Perusahaan akan selalu menginginkan keuntungan yang besar, kadang sampai tidak memikirkan kesejahteraan pekerja mereka.
Dalam perusahaan, pemilik perusahaanlah sebagai penentu harga timbal balik untuk balas jasa yang diberikan oleh pekerja mereka. Di awal bekerja mereka langsung menyodorkan sebuah formulir yang isinya merupakan surat perjanjian yang menyebutkan tentang tata tertib dan peraturan dalam bekerja. Pada saat inilah terjadi kesalahan fatal bagi para pekerja tersebut. Dalam peraturan tersebut pasti akan tertulis tentang sanksi apabila tidak mau mengikuti peraturan oleh perusahaan. Dan kadang ada hal yang lucu pada saat hendak wawancara bekerja adalah ketika si pencari kerja berbicara tentang gaji, maka si pencari kerja akan di anggap sebagai seorang yang tidak kompeten karena “belum bekerja dan belum menunjukan kualitas kerjanya  saja  udah menanyakan gaji ” akibatnya banyak calon pekerja yang tidak perduli dengan masalah gaji yang akan mereka terima ketika bekerja nantinya. Sehingga pada saat perusahaan membayar upah/ gaji mereka dengan harga yang murah si pekerja hanya bisa pasrah saja. Karena kalau meminta bayaran yang tinggi akan dianggap melawan aturan perusahaan dan bakalan akan dikenakan sanksi yang bahkan kemungkinan akan dikeluarkan oleh perusahaan. Begitulah nasib karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan yang “egois”. Namun tidak semua perusahaan berperilaku seperti itu, namun jarang sekali tuk dapat kita temukan.
Pemerintah memberikan izin kepada perusahaan untuk mendirikan usaha mereka disuatu tempat atau wilayah sudah pasti memiliki alasan-alasan yaitu terutama alasan untuk mensejahterakan masyarakat disekitar perusahaan tersebut didirikan. Banyak harapan dari masyarakat maupun pemerintah terhadap adanya perusahaan tersebut. Namun ketika sudah berhasil didirikan perusahaan kadang seakan lupa atas dasar alasan pemerintah sehingga memberikan izin mereka mendirikan perusahaan tersebut.
Perusahaan memberikan upah yang rendah kepada para pekerja, bagaimana pekerjanya bisa sejahtera dengan upah yang rendah sedangkan harga kebutuhan hidup yang semakin hari semakin meningkat tinggi. Perusahaan memang mematuhi aturan pemerintah dalam peraturan upah minimum, tapi ada peraturan yang “terlanjur pintar” yaitu memproporsikan gaji karyawan dengan mengurangi hari kerja karyawan. Upah minimum secara keseluruhan memang meningkat, namun seperti tidak ada perubahan ketika upah tersebut sampai ketangan pekerja.

Pemilik perusahaan mungkin bisa saja tertawa lepas, makan enak, tidur diranjang yang empuk, namun belum tentu untuk pekerja diperusahaan mereka. Pemilik modal memang memilik ha katas keuntungan dari modal yang sudah mereka tanam diperusahaan. Namun para pekerja juga memiliki ha katas jasa yang mereka berikan ke perusahaan. Kadang si pekerja memang tidak memiliki pendidikan yang tinggi sehingga mereka mungkin banyak tidak taunya dalam sesuatu hal. Tapi untuk hak upah perusahaan harus membayar setimpal dengan jasa-jasa yang mereka berikan. Mereka bekerja juga demi kesejahteraan hidup mereka. bukan sekedar menyenangkan hati pemilik perusahaan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar